Sabtu, 28 Juli 2018

Aku Berterimakasih

3 bulan yang lalu, kebaikan semesta mempertemukan aku dengan salah seorang teman yang tidak pernah aku kenal. Bagiku sebuah hal yang "aneh" jika seorang dia memberikan kebaikan sejauh itu. Bagiku, kebaikannya sudah lebih dari cukup. Berbeda dari pemikirannya (mungkin). Saya menganggap itu luar biasa dan dia menganggap itu biasa saja. Tidak apa, aku hanya ingin memberikan apresiasi. Terimakasih sudah mendukung sejauh ini, meskipun bagi dia itu biasa saja. Tidak perlu aku menganggap itu berlebihan. Entahlah, mungkin aku terhanyut dalam perasaan yang masih takjub dengan kebaikan semesta.

Aku ingin mengungkapkan rasa terimakasihku, tidak lebih. Dia sudah cukup baik. Meskipun ada yang mengatakan kepadaku "dia tidak jahat, tapi aku tidak bisa bilang dia baik". Aku tidak peduli apa maknanya. Bagiku, kenapa aku harus menolak kebaikan semesta?

Aku ingin mengabadikan kebaikannya dalam sebuah karyaku. Oh, mungkin bukan karya, ini hanya sebuah ujian, berbeda dengan pemikiranku. Aku sudah melihat polanya selama 3 bulan, aku mempelajari setiap polanya dengan baik, aku mempelajari pola-pola dari kebiasaannya. Aku terbiasa dengan pola, menghitung dan meprediksikan apa yang terjadi secara matematis. Jika aku berkata matematis, jangan selalu anggap itu adalah sekumpulan rumus dan angka. Melainkan pengenalanku akan pola kehidupan seseorang, termasuk dia.

Pola yang kupelajari, aku sudah tahu jawabannya, dia pasti menolak. Tetapi, malam itu aku memastikan bahwa pola yang tersusun adalah pola yang benar. Tidak apa, aku sudah tahu itu yang akan dia katakan. Aku berbesar hati. Tidak mengapa seseorang dengan tabiatnya masing-masing.

Aku bisa menyimpannya dalam diam, menganggap semuanya luar biasa. Oh, hanya aku yang menganggap semuanya luar biasa, entah, itu biasa saja baginya. Tak apa. Terimakasih.



Kamis, 26 Juli 2018

Rahwana


Versi 1
Alkisah, hiduplah sepasang suami istri, bermana Rama dan Sinta. Kedua sejoli ini saling mencintai, diikatkan dalam sebuah pernikahan dan hidup bahagia. Mereka tinggal disebuah kerjaan yang cukup besar. Rama adalah seorang Raja yang dihormati pada masanya, Sinta adalah Ratu dengan paras yang elok, sudah selayaknya jika seorang Raja setampan Rama akan jatuh cinta dengan paras eloknya. Kehidupan sepasang suami istri yang sangat sempurna.

Di sebuah negeri antah barantah, hiduplah seorang raksasa, bernama Rahwana. Rahwana disebut juga Dasamuka karena ia mempunyai 10 wajah yang lain. Kerajaan yang ditinggali oleh Rahwana bernama Alengka Diraja. Rahwana terkenal dengan kejahatannya, kesombongan. Bahkan para dewa pada kala itu menjadi musuh Rahwana.

Keelokan paras Sinta membuat Rahwana tidak dapat mengendalikan perasaan cintanya. Rahwana sang raksasa telah jatuh cinta. Entah bagaimana Rahwana bisa menyaingi ketampanan Rama, yang pasti cinta adalah cinta.

Cinta tidak terelakkan, Rahwana mengambil jalan untuk menculik Sinta. Masuk ke dalam kerjaan Rama dan menyandra Sinta. Tidak tinggal diam mengetahui istrinya diculik oleh seorang raksasa yang kejam, Rama memerintahkan pasukan-pasukannya untuk mencari dimana keberadaan Sinta. Rama dibantu oleh para Wanara (Kera).

"Saya akan membawa Sinta kembali Tuan" Kata Hanoman, seorang Wanara paling sakti diantara Wanara lainnya.

Dengan gagah Hanoman masuk kedalam kerjaan, merebut kembali Sinta dari cengkraman Rahwana, hempasan-hempasan pedang, adu kekuatan tidak terelakkan. Membawa Sinta berlari keluar. Rama yang telah menunggu diluar siap dengan Obor ditangan, melemparkan ke dalam kerajaan Alengka setelah memastikan Sinta dan Hanoman keluar. Kerjaan Rahwana luluh lantah. Rama dan Sinta kembali hidup bahagia.

Versi 2
Sinta adalah seorang putri dari kerajaan Wideha, kala itu ia jatuh cinta dengan seorang pangeran dari negeri Antah Baratah bernama Rama. Rama sangat tampan, gagah dengan pakaian ksatria dan pedang yang siap menghunus musuh-musuhnya. Tatapan mata yang tegas dan penuh wibawa. Pangeran yang akan mewarisi kerajaan tidak mengelak bahwa Sinta memiliki paras yang elok telah membuatnya jatuh cinta.

Di negeri tersebut hidup pula seorang bernama Rahwana, wajahnya tidak setampan Rama. Bahkan Rahwana lebih mirip raksasa, wajahnya garang, senyum tidak sudi mampir diwajahnya, keganasan terlihat disudut matanya, gigi bertaring. Ya begitulah seorang Rahwana.

Sama halnya perasaan Rama terhadap Sinta yang terpikat dengan keelokan wajahnya, Rahwana pun mempunyai rasa cinta yang tidak kalah besarnya. Sebuah perasaan yang tulus, dimiliki oleh seorang Rahwana. Sepatutnya, Sinta sama sekali tidak memandang Rahwana, bahkan dengan sebelah mata sekalipun. Sinta terlanjur menjatuhkan pilihannya kepada pangeran tampan. Rama.

Rahwana yang mempunyai kerajaan bernama Alengka membawa Sinta sang pujaan hati bersamanya. Entah dengan paksaan atau karena suatu keajaiban semesta Sinta bisa hidup selama bertahun-tahun di kerajaan Rahwana. Selama Sinta tinggal di kerajaan Alengka, Rahwana sang raksasa memperlakukannya bak tuan putri, menghormati Sinta sebagai perempuan seutuhnya, menjaga sinta dengan kehormatan dan kesuciannya. Tidak menyentuh sedikitpun bagian tubuh perempuan dengan paras eloknya. Rahwana memberikan segala yang Sinta butuhkan. Benar-benar seorang Tuan Putri bagi Rahwana.

Rama, pangeran yang berwajah tampan tidak tinggal diam. Ia bersama para Wanara pergi berkalana mencari Sinta. Sampai mereka menemukan Sinta berada dikerjaan Rahwana. Tanpa basa-basi, Rama dan para Wanara membakar kerjaan Rahwana. Luluh lantah. Rahwana tidak melakukan perlawanan, membiarkan Sinta pergi bersama dengan pujaan hatinya, Rama. Setelah Rahwana melayani sang tuan putri semasa hidupnya.

"Aku tidak percaya jika kamu masih suci Sinta" kata Rama
"Percayalah, selama bertahun-tahun aku menjaga kesucian hidupku"
"Rahwana, seorang raksasa itu pasti sudah merenggut kesucianmu"
"Tidak, Rahwana tidak melakukan apapun Rama, aku menunggumu, menjaga kemurnian rasa cintaku"
"Masuklah pada kobaran api ini, jika berbau busuk maka kamu adalah perempuan yang tidak suci, jika berbau harum aku akan percaya dengan kesucianmu"

Melompatlah Sinta pada kobaran api tersebut untuk membuktikan kesuciannya kepada Rama. Melihat itu Rahwana yang tetap diam ditengah kobaran api berkata
"Sinta, aku yang selalu menjagamu, menjaga kesucianmu, kenapa kau berpaling kepada seorang pangeran yang masih meragukan rasa cintamu?"
Sinta habis dalam kobaran api dan bau harum semerbak merobek hati Rahwana.

***

Cerita yang sama, dua versi yang berbeda, penokohan seorang Rahwana yang berbeda. Saya tidak pernah tahu, mana versi yang lebih mendekati benar.

Dulu, ketika masih kanak-kanak saya mendengarkan penuturan cerita dari nenek saya. Cerita tentang Rahwana dari versi 1. Sampai saya dewasa saya menilai tokoh antagonis dari seorang Rahwana. Jahat dan perusak kebahagiaan orang.

Kemudian saya bertemu dengan dalang-dalang lain yang menceritakan tentang tokoh Rahwana dengan ketulusan cintanya. Tidak melakukan perlawanan dan membiarkan sang pujaan hati bersama dengan orang yang dicintainya.

Begitulah sebuah cerita. Saya tidak tahu, apakah suatu saat saya akan menemukan kisah Rahwana dengan versi yang lain. Biarlah.

Minggu, 22 Juli 2018

Dia adalah Orang Asing

Bertemu dengan orang baru, berkenalan, saling bertanya, berbagi cerita dan pengalaman pahit manisnya kehidupan. Pagi yang cukup indah, saya memasuki ruangan salah satu Universitas Swasta di Kota Malang. Ruangan dengan kursi yang sudah ditata dengan rapi, sound system dan layar LCD di depan para hadirin.

Saya duduk dibangku deret ketiga, ketika saya duduk seorang ibu yang usianya saya duga lebih dari setengah abad berjalan dengan tongkatnya dan duduk disebelah saya "Selamat Pagi" saya melempar 2 kata ditambahi dengan senyum yang memang tulus saya berikan untuknya.

"Anda penulis?" Tanya kepada saya
"Saya baru belajar menulis"

Kemudian dia memperkenalkan dirinya, seorang penulis yang 20 tahun tinggal di Negeri Hitler, menjadi seorang penyiar radio. Tidak berselang lama dari perkenalan kami dia memberitahukan alamat rumahnya. "Kapan-kapan kamu main kerumah saya ya"

Tidak pernah meninggalkan tanah jawa, bagi saya ajakan itu tidak lebih dari sekedar basa-basi. Tentu saja, saya tidak menanggapi ajakannya terlalu serius. Untuk apa, dia adalah seorang penulis senior yang karyanya sudah melalang buana. Sedangkan saya hanya seorang penulis blog yang pembacanya masih stag tiga digit yang berjejer.

Berhari-hari bayangan ibu itu tidak lagi ada dipikiran saya. Wajar, saya bertemu satu kali, meskipun saya menyimpan nomor ponselnya, saya tidak tertarik untuk menghubungi dia. Saya pikir, dia adalah seorang penulis senior yang pasti sibuk, sudah diusia senja dan pasti akan lama dan semacam tidak asik jika saya yang masih belum genap 22 tahun menghubungi seorang "nenek".

Malam ini, ponsel saya bergetar. Saya mendedikasikan ponsel saya sebagai ponsel paling diam, dengan ketahanan batre lebih dari 24 jam. Kalian pasti tahu kenapa, saya tidak suka menghabiskan waktu dengan ponsel yang akan merebut waktu saya dari novel, karya sastra dan tangan saya untuk merangkai kata. Saya hanya menyanding dan melihat notifikasi, kalau memang penting saya akan respon, bukan apatis atau cuek, saya menginginkan sebuah pertemuan intens bukan percakapan ponsel omong kosong.

Notifikasi dari seorang penulis senior yang sudah melalang buana dan menghasilkan tulisan sampai ke 28 negara, kemudian menikmati masa senjanya masih sama, menulis dan menulis. Saya membuka pesan yang berisi sebuah video, inspirasi. Bagi saya, itu bukan lagi sebuah video. Melainkan kerendahan hati yang ditunjukkan oleh seorang senior kepada seorang anak kemarin sore.
"Terimakasih videonya, saya terinspirasi dengan video itu" jawab saya singkat dan saya rasa sudah cukup sopan.

Kemudian, dia melanjutkan percakapannya "kamu main kerumah saya hari kamis jam 9 pagi ya, mari sarapan dirumah saya". Saya masih diambang mimpi, serasa kemarin saya benar-benar mengabaikan ajakan tersebut, rupanya dia serius ingin saya berkunjung kerumahnya. Saya tidak berpikir panjang dan kemudian mengiyakan ajakannya.

Kamis pagi, saya bergegas untuk segera bertemu dengan dia, alamat rumah yang sudah ada dibuku saya, dekat dengan lokasi kuliah saya, tidak susah untuk menemukan rumah orang asing itu. perasaan tenang, saya merasa bertemu dan berkunjung kerumah orang asing untuk yang pertamakalinya bukan masalah untuk pagi ini.

Saya berhenti didepan rumah pagar hitam, banyak tanaman hijau didepannya. Nampak dari depan rumah itu bangunan kuno, tidak banyak orang didalamnya, kucing-kucing antri meminta jatah sarapan. Tidak sampai memencet bel rumahnya, si mbak yang tinggal menemani dia sudah keluar dan membukakan pintu untuk saya. Maknanya, kedatangan saya memang sudah ditunggu.

"Pakai saja sepatunya, tidak perlu dilepas" kata mbak sambil menyiapkan kue kue. Pagi itu saya kagum dengan banyak kue, teh yang sudah tersedia dan masih hangat. 2 piring lengkap dengan sendok dan garpu.


Bagi saya ini sudah bukan kue yang biasa lagi, meskipun kue itu salah satu kue favorite saya. Pagi ini teh dan kue dimeja makan orang asing ini terasa lebih enak. Bukan hanya kue, tetapi juga kesungguhan orang asing yang mengundang saya dan sudah menyiapkan hidangan semacam ini. Obrolan kami seputar saya berkuliah dimana, dia menceritakan suaminya yang menyukai batu.

Kemudian saya diijinkan masuk keruang kerjanya. Menakjubkan. Diusia yang sudah senja nanti, saya bercita-cita untuk menikmati hidup, jalan-jalan keluar negeri dan menikmati waktu dikebun bunga. Tetapi dia menikmati waktu diruang kerja yang menakjubkan. 3 sisi tembok dipenuhi rak buku setinggi 3 meter, penuh dengan berbagai buku dengan bahasa yang berbeda-beda. "ini ruang kerja saya, saya suka membaca dan disini saya menemukan banyak inspirasi"


"kamu suka baca novel?" dia mengagetkan saya yang masih kagum dengan ruang kerjanya.
"oh, saya suka. saya sedang membaca novel karya Tere Liye. Judulnya harga sebuah percaya"
"saya punya banyak novel, kalau kamu mau boleh baca"
Saya masih tersenyum tidak percaya dengan orang asing ini.

Kami keluar dari ruang kerja yang keren, duduk kembali dengan teh hangat yang ada di meja. Dia melanjutkan ceritanya tentang perjalanannya ke 28 negara lainnya. Australia, Amerika, Mesir, Iran dan lain. Saya tidak bisa mengingat dengan detil negara mana saja yang dia berhasil kunjungi. "Disetiap negara yang saya kunjungi, saya membeli sendok teh, karena saya suka minum teh, mari lihat koleksi saya".


Saya masih tidak tahu kenapa ada saja orang-orang yang suka mengoleksi barang. Mungkin saya adalah tipe manusia yang melihat sebuah barang berdasarkan nilai gunanya. Sehingga gantungan-gantungan sendok membuat saya nggumun

Berjalan dilorong rumahnya yang tertata apik, saya melihat koleksi batu. Sekali lagi saya masih nggumun, untuk apa batu disimpan ditempat semahal ini.
"Almarhum suami saya suka dengan batu, kalau dia bercerita tentang batu, dia bisa lupa waktu". Dia mengambil buku dirak lain. Katanya buku disana adalah hasil karya suaminya. Ini hasil karya suami saya. Ensiklopedia tentang batu. What Amazing.

Fika, kamu tahu kenapa batu disukai oleh suami saya?
Kenapa? saya masih heran.
Suami saya pernah bercerita, ada batu yang dihasilkan dari angin, ada yang dihasilkan dari air, ada batu yang dihasilkan dari pasir. Pada akhirnya batu akan mengeras, kuat. Ada yang berbentuk sangat indah ada yang buruk. Pada akhirnya batu akan menjadi semakin keras. Bahkan, tanah tidak bisa menjadi keras jika tidak ada unsur batu. Pondasi rumah tidak akan kuat jika tidak ada batu.

Saya yakin, ada sesuatu lain yang ingin dia sampaikan kepada saya. Saya masih duduk menatap mata perempuan asing diusianya yang senja.

Itulah kehidupan. Seperti batu. Batu terbentuk dari apapun, berproses lama, bertemu dengan panas, dingin, diinjak, kadang dilempar, tapi dia kuat.


Jika mengamati, memang ya, beberapa batu memang sangat indah dan dengan proses yang sangat panjang.





Terimakasih. Orang asing.

"Fika, main kesini lagi ya"
"Iya kapan-kapan"
"Kamu kesini tidak perlu kapan-kapan, kapanpun mau main kamu main saja, lain kali kita makan siang disini ya, saya sangat senang berjumpa dengan kamu, saya akan menemani kamu berproses menjadi penulis, kamu tetap semangat ya"
"Iya, terimakasih"
"Saya berikan ini buat kamu"

2 buku yang adalah karyanya, isinya bagus, tatanan bahasa yang keren. Saya masih mengagumi keajaiban semesta mempertemukan saya dengan orang asini ini.


Saya akan menuliskan kisah makan siang saya bersama orang asing :)

Sabtu, 21 Juli 2018

Sebuah Prasangka

Kemarin aku bertemu kembali dengan teman lama, sayangnya dia adalah teman yang hanya kuketahui tanpa aku mengenalnya. Suatu ketika dia menanyakan apakabarku. Aku menjawab kala itu memang aku sedang tidak terlalu baik. Dia mencoba menanyakan, apa yang terjadi denganku. Kupikir sudah saatnya aku berbagi cerita dengan temanku. Apa salahnya, meringankan beban pikiran dengan berbagi cerita.

Ternyata, teman yang kuketahui arogan 3 tahun lalu adalah seorang yang sangat dermawan dengan intuisi yang cukup kuat. Dari segi dia memandang dan menyikapi kehidupan memang cukup baik, setidaknya bagiku. Kemudian dia menawarkan sebuah pertolongan. Sungguh bagiku, itu hal yang luar biasa. Tidak disangka-sangka, kadang pertolongan Tuhan memang diluar pikiran manusia. Beberapa sahabat bertanya "kenapa dia membantumu?"
Aku tidak bisa menjawabnya, hanya dia yang tau alasan kenapa temanku mau membantuku.

Aku tidak bisa mengatakan apapun, selain segala respect dan ucapan terimakasih banyak telah membantuku. Selain itu, aku sangat bisa mengandalkan dia, dari segi apapun aku mengandalkan dia. Pandangannya untuk menyikapi sebuah masalah tidak jarang ku pakai.

Prasangkaku saat ini, dia semakin menjauh, apakah benar menjauh? ataukah hanya kesibukan yang memaksa untuk menjauh? atau kemungkinan yang lain?
Kadang hati cukup terasa dengan sebuah keanehan, aku tidak paham. Hanya prasangka, kemungkinan yang selalu aku semogakan.

Minggu, 15 Juli 2018

Pasang Internet

Dua bulan ini memang agak diribetkan dengan internet. Seisi rumah semuanya pakai internet, kalau dihitung matematis kalaupun pakai kuota anggap aja 1 orang 100rb untuk satu bulan, serumah ada 4 orang jadi kurang lebih 400rb (estimasi biaya yang sangat mahal, seharusnya tidak semahal itu). Masih akan terbatas dengan kuota yang bakal habis kalau pemakaian diluar batas wajar, kayak saya misalnya. Mending pasang WiFi lah, kira-kira 350ribu, puas-puas pakai dan kenyataannya memang anggota keluarga jarang banget keluar rumah.

Solusi pertama adalah pasang bareng-bareng dengan tetangga sebelah, toh akhirnya nggak enak juga. Ada rumah yang pakai cuma 1 orang, ada yang seisi rumah pakek internet semua kayak rumah saya, ada yang dipakai kalau malam aja, ada yang sepanjang hari pakai internet. Sehingga ada cemburu-cemburu, situ pakai banyak kok bayarnya sama dengan yang pakai sedikit? Karena keluarga saya yang merasa pakai paling banyak, terutama saya jadi kami putuskan lebih menjaga hubungan baik dengan tetangga dari pada ada omongan yang nggak enak.

Solusi kedua adalah gabung dengan WiFi sekolah depan rumah. Jaraknya kurang lebih 50meter dari rumah dan sinyalnya bisa sampai depan rumah aja. Bayangin saya mau nulis blog macem gini, dini hari terus harus keteras rumah nyari sinyal WiFi :p
Kalau musim tidak 18 derajat celcius sih rasanya gpp, palingan cuma akan ada tuyul yang tiba-tiba nongol. Kalau ada perempuan yang tiba-tiba ketawa yaudah ikutan ketawa aja. Bisa juga narik router dari sekolah ke rumah, toh relasi dengan pihak sekolah sangat baik.

Solusi ketiga adalah pasang internet sendiri. Lain cerita kalau pasang internet sendiri bukan solusi, tapi masalah yang beberapa kali menguji kesabaran sekali.
Orang pertama datang dengan menawarkan biaya 230rb per bulan. Ok lah, buat saya masih bisa menanggung biaya dengan nominal tersebut per bulan. Entah apa yang menjadi alasan mereka tiba-tiba batal gitu aja. Tanpa konfirmasi, nggak sopan sekali.
Orang kedua datang dengan menawarkan 330rb per bulan. Ok lah, naik 100rb tapi masih bisa diatasi. Lagi-lagi dikecewakan dengan omong kosong semua. Dilanjutkan dengan, kalau yang biaya 500rb per bulan baru bisa pasang. Akhirnya saya putuskan buat nggak usah pasanglah.
Orang ketiga datang, lebih aneh lagi. Bisa pasang yang 330rb per bulan, tapi ada biaya tambahan 200rb. Mainannya kurang asik sih. Jadi yaudah nggak usah aja.

Finally saya menyadari bahwa sebenernya mereka bisa melakukan pemasangan internet (kasus orang ketiga). Yang jadi masalah mungkin saya terlalu idealis aja kali, jadi nggak tertarik dengan permainan mereka.

Lebih dalam lagi saya menyadari, semakin besar nominal semakin mudah semua urusan. Hidup nominal hehehe

Sabtu, 14 Juli 2018

Perempuan Kelima

Sesampainya disana saya bertemu dengan teman-teman lama saya. Kira-kira 5 tahun lebih kami tidak saling jumpa. Ada yang masih saya ingat, ada juga yang sudah asing untuk saya. Awalnya kami berbicara layaknya teman yang lama tak jumpa
"kerja dimana?"
"udah nikah belum?"

Sambil meneguk segelas orange squash, saya mulai memperhatikan gerak-gerik teman-teman saya.

Perempuan pertama sebut saja bernama mawar. Rambutnya hitam kecoklatan karena sengaja dicoklatkan. Memakai pakaian yang super ketat, dengan tas samping berwarna merah. Didepannya minuman coklat yang rupanya enak. Sambil memesan dengan gaya "bos"
"mas, makanannya pisang 3, kentang goreng 3 sama tahu nya 3 ya"
Masa bodoh sih pesan apa, toh dia yang pesan pasti dia juga yang akan bayar hehe.

Perempuan kedua lebih feminim, sebut saja bunga. Menggunakan rok yang cukup minim tapi tetap sopan. Sangat pendiam diawal. Dia masih cukup bisa berinteraksi dengan teman-temannya. Meskipun penilaianku diawal dia adalah perempuan yang cukup pendiam. Seperti yang ku kenal ketika kita masih sama-sama memakai seragam biru putih.

Perempuan ketiga datang terlambat dengan membawa pasangannya. Ramah karena dia melemparkan senyum ketika pertama kali bertemu. Anehnya kenapa dia mencari tempat duduk yang berbeda dengan kami? Oh mungkin dia nggak enak karena dia datang bersama dengan pasangannya. Sudahlah saya berpikir positif saja.

Perempuan keempat, dari sekian banyak orang yang ada disitu dia adalah orang yang paling saya kenal. Pernah tinggal satu asrama yang sangat religius. Tetapi untuk akademik rasanya dia cukup di titik putih abu-abu saja. Sepertinya dia bekerja disebuah kantor yang pulangnya sore, karena tidak sengaja dia berkata "kalau pertemuan lagi agak maleman lah, biar aku bisa ikut".

Malam semakin larut, makanan di meja semakin habis. Beberapa orang mulai berpamitan pulang. Setelah melakukan beberapa kali foto, katanya sebagai kenang-kenangan. Kemudian keempat perempuan itu mulai mengeluarkan korek dan mengambil sebatang rokok yang disimpan dalam tasnya yang sangat lucu.

Perempuan kelima, dari awal kuperhatikan dia datang tepat waktu. Dengan menggunakan pakaian yang sangat religius. Dia tidak menambahkan sepatahkatapun. Tapi dalam benaknya penuh dengan umpatan-umpatan
"dih, rambut diwarna-warni. nggak bersyukur ya dengan ciptaan Tuhan"
"dih, pakai pakaian minim banget. Nggak punya uang ya? beli pakaian kok kurang bahan"
"dih, bukan muhrim kemana-kemana berdua, pasti mendekati zinah"
"dih, berubah banget, nggak makin tobat malah jadi nggak bener"
Tentu saja, perempuan kelima adalah seorang sarjana, menjadi guru besar, selalu beribadah tepat waktu, menggunakan pakaian yang selalu tertutup.

"ya sudah ya, aku pamit, udah malam"
Kata perempuan kelima.

Kamis, 12 Juli 2018

Sedih pun juga Rasa

Sudah banyak orang yang sering sekali menganggap bahwa kesedihan adalah sesuatu yang negatif. Memang benar, kesedihan seringkali dihindari. Bahkan ketika kita bersedih, tidak sedikit kan orang yang mengatakan kepada kita "Sudah jangan bersedih".

Sebenarnya begini, sedih adalah sebuah perasaan. Sama seperti perasaan senang. Kenapa orang hanya diharuskan untuk merasakan senang? tanpa mengijinkan kesedihan datang? Saya pikir ini tidak adil. Sedih bukanlah sebuah hal dari langit yang tiba-tiba turun tanpa alasan. Kesedihan adalah penyeimbang. Penyeimbang ketika kita mengalami kesenangan jangan berlebihan, ketika mengalami kesedihan juga jangan berlebihan.

Tidak perlu menolak kesedihan. Terima dan sadari sepenuhnya bahwa sesuatu yang diluar kehendak manusia akan menimbulkan kesedihan. Contohnya begini, dua hari lalu saya bertemu dengan mantan pacar saya. Saya menerima kalau dia adalah mantan saya. Saya menerima jika dia sudah tidak menjadi bagian dari kisah cinta saya. Saya merasa senang ketika dia datang kembali dengan baik, tetapi keinginan manusia (saya) tidak semuanya harus dipenuhi ya. Ada hal-hal yang memang kami menyadari tidak bisa untuk menjadi sepasang kekasih (commitment broke everything). Saya sedih ketika saya menyadari bahwa sebesar apapun perasaan saya kepadanya hanyalah akan menjadi sebuah kisah saja.

Ada penyeimbang. Ketika saya merasa senang secara berlebihan, saya akan mematikan logika bahwa ada batas-batas, yaitu komitmen. Mungkin saya akan melanggar komitmen atau mungkin juga aturan keluarga. Mungkin dia juga akan melakukan hal sama. Sehingga saya harus tau batas bahwa rasa senang saya dengan hadirnya tidak boleh melewati batas. Pun kesedihan yang saya alami ketika realita berkata saya harus berhenti pada batas tertentu. Tetap kesedihan yang memiliki batas. Batasnya adalah saya menerima rasa sedih dengan ikhlas dan meyakini sang penulis kehidupan menyiapkan kelanjutan cerita yang lebih baik. Tidak perlu berlebihan sampai meninggalkan dan menutup hati dari orang-orang yang baru, sampai tidak mau makan dan lain sebagainya. Itu cuma drama.

Life must go on.
Terima saja. Kesenangan dan kesedihan adalah dua hal yang memang harus dirasakan.

Selasa, 03 Juli 2018

Pekerjaan yang Ideal

Pekerjaan yang ideal adalah pekerjaan yang tertib, datang ke kantor tepat waktu, menggunakan pakaian yang rapi dan enak dilihat, sampai di kantor bersalaman dengan teman kanan kiri atau minimal say hai untuk teman bangku kanan atau kiri, bisa pula kalau ketemu dengan mas OB say good morning. Kemudian duduk dibangku, mulai menyalakan komputer dan menyelesaikan laporan atau tugas yang kemarin belum selesai. Jam 12 makan siang dan lanjut didepan komputer lagi sampai sore atau bahkan sampai malam kemudian pulang dengan lelah fisik, tidur dan besok akan memulai hari dengan kegiatan yang sama.

Pekerjaan yang ideal adalah pekerjaan yang tidak peduli wajah bentuknya seperti apa, masuk dapur, nyalakan kompor buatkan minuman hangat untuk seisi rumah, menyiapkan sarapan untuk keluarga, membersihkan pakaian yang sudah menumpuk sejak 3 hari lalu, mencuci piring bekas sarapan bersama, mengepel lantai bekas susu yang tumpah dibawah meja makan, mengelap jendela yang mulai tertutup dengan debu, menenangkan si baju pink yang tidak sengaja jatuh dari sepeda roda 3 nya, menjajakan uang ke pasar untuk supaya nanti malam ada makanan dirumah dan mulai memasak, kemudian menunggu mobil yang tadi keluar dari garasi untuk kembali lagi ke garasi. Kemudian besok akan mengulangi kegiatan yang tidak jauh beda.

Pekerjaan yang ideal adalah duduk didepan laptop sambil menuliskan apa yang ada dikepala dengan sandingan kopi hitam dan roti goreng hangat yang barusan dibeli dipasar. Menggunakan kaos yang belum berubah dari tadi malam sebelum tidur, sesekali melihat langit dan sawah yang sedikit terhalang pilar rumah. Memutar lagu Pop tahun 2000 an yang menjadi favorit dan bergeming mengikuti irama musik.

Pekerjaan yang ideal adalah pergi ke sawah sebelum matahari terbit sambil menengguluk cangkul dan membawa bekal sebotol kopi hangat. Menatap padi-padi yang siap diberi pupuk, mencabuti rumput liar disekitarnya. Melawan terik matahari dipertengahan hari sembari membuka bungkusan hasil masakan istri yang berisi daun singkong rebus komplit dengan sambal, tempe yang digoreng dengan rasa yang tidak seasin biasanya tapi bisa diseimbangkan rasanya dengan ikan asin.

Pekerjaan yang ideal adalah bertemu dengan malaikat-malaikat kecil berpakaian putih merah atau putih biru terkadang juga putih abu-abu. Masuk ke ruang dengan teh hangat yang sudah disiapkan Mas Bejo, mulai melepas jaket karena menerjang dingin pagi hari adalah sebuah tantangan. Meneguk teh hangat dan membuka Rencana Pembelajaran hari ini. Menunggu bel tanda masuk berdering dan masuk kelas demi kelas dengan  membagikan senyum khas dan beberapa pikiran yang menghantui "apakah besok anak-anak ini bisa lulus Ujian Nasional".

Pekerjaan yang ideal adalah mereka yang berkeliaran dengan jaket khas berwarna hijau, berhenti dipinggir jalan atau didepan restoran sambil melihat smartphone mereka. Barangkali akan ada pelanggan yang memesan makanan ditengah kesibukan pekerjaan yang lain. Masker dan Sarung tangan yang melindungi dari debu dan serangan panas matahari.  "Mbak, tolong bintang 5 ya. Makasi Mbak"

Pekerjaan yang ideal adalah mereka yang stay digedung pusat desa, menunggu barangkali ada yang akan merubah data kependudukan, barangkali ada yang mengurus surat administrasi desa lainnya. Atau sekedar menambahkan data penduduk baru karena belum lama Mbok Sri dianugrahi cucu perempuan. Atau bisa pula mencatat data kematian karena seminggu yang lalu Mbah Sariman berpulang karena usia yang sudah sepuh.

Pekerjaan yang ideal adalah menantang panas matahari untuk membuat tempat pelindung dari panas dan hujan. Batu bata berasa tidak mempunyai berat ditangan-tangan perkasa yang menghitam karena terik matahari. Semen, pasir dan air komposisi yang harus pas untuk melekatkan batu bata menjadi tumpukan dan jajaran yang akan membentuk sekat-sekat ruang. Sesekali menghisap rokok seharga kisaran 12.000 yang dinikmati bersama, sandingan kopi dengan gelas bergantian yang kata ibu-ibu modern itu menjijikan, gorengan yang tidak setiap hari ada. Paling tidak Mbak Yem sesekali memberikan semangka disiang hari. Lanjutlah dengan sekop, menata bebatuan itu.

Pekerjaan yang ideal adalah menyapa setiap orang yang masuk "Selamat datang, selamat berbelanja". Salam yang manis pula "Terimakasih, silahkan datang kembali". Berseragam menawan, cantik, flat shoes hitam yang nyaman karena akan lelah kalau pakai high heels. Teman yang lainnya juga tidak kalah ramahnya "nambah pulsa sekalian Mbak?", lemparan senyum khas, ahhh manis sekali senyumnya.

Begitulah pekerjaan yang ideal :)
Ukurannya adalah diri sendiri :)