Selasa, 29 Mei 2018

Perkara Meninggalkan atau Ditinggalkan

All we have is between hello and goodbye. May be.
Beberapa jam yang lalu saya iseng membuka posting-posting lama saya di Line. Saya berniat mengosongkan semua sosial media saya dari konten-konten alay saya pada jamannya.

Scrol-scrol sampai akhir saya menemukan posting-posting saya tentang kedekatan saya dengan beberapa orang. Ada percakapan dengan orang-orang tersebut yang sengaja saya screencapture. Untuk saat ini, mungkin SC tidak seperti dulu maknanya. Kalau sekarang saya mengambil SC dari chat seseorang mentok saya jadikan story IG yang 24 jam lagi akan hilang. Tindakan yang sama punya makna yang berbeda antara dulu dan sekarang. Dulu saya mengambil SC dari chat seseorang karena dia memang bermakna buat saya.

Kemudian saya mengingat lagi sebuah rasa yang pernah ada #cielah
Saya akan bercerita tentang kedekatan saya dengan salah satu dosen saya. Saya sangat dekat, hampir setiap hari saya berkomunikasi, bercanda bahkan sekedar ngobrol nggak penting. Ruangan beliau sudah seperti ruangan saya. Terkadang saya ambil sesuatu diruangannya cuma dikasih kunci ruang dan beliaunya gatau pergi kemana. Ya beliau saking percayanya kali, kunci ruangannya sampe dikasih gitu aja.

Pernah pula ketika akan presentasi kuis besar saya kehabisan bensin dijalan dan menghubungi si bapak, kemudian si bapak membatalkan kuis besarnya karena saya tidak bisa datang tepat waktu. Kami pernah hampir berurusan dengan wakil rektor karena saya dianggap anak emas dan nilai saya bagus semuanya dan ada mahasiswa lain yang nilainya kurang memuaskan mempermasalahkan hal itu. Nama saya pernah beberapa kali ada distatus BBM nya :)

Masih banyak kenangan yang membahagiakan sampai saya tidak tahu jelas perkara apa yang terjadi sampai kami menjadi benar-benar asing. Memang benar saya pernah melakukan kesalahan ketika saat itu ada project dan saya salah karena tidak bisa menyelesaikan project itu dengan baik. Marahlah si bapak, ditambah proses bimbingan skripsi yang saya abaikan karena saya menikmati pekerjaan saya sebagai guru. Ya, saya yang salah karena sama sekali tidak pernah menghubungi beliau selama kurang lebih 7 bulan hahahaha.

Sampai saya datang lagi, kami sudah menjadi dua orang asing yang kayaknya nggak mengenal satu sama lain. Saya minta maaf dengan semua kesalahan yang saya lakukan dan hubungan tidak bisa kembali seperti semula.

Baiknya, saya tetap dibimbing sesuai janjinya dulu ketika masih "dekat" kalau beliau lah yang akan membimbing saya sampai saya lulus. Dan memang benar, sampai saya ganti topik skripsi pun, saya tidak dilepaskan jadi anak bimbingannya.

Kisah kedua tentang seorang staff kampus yang cukup dekat pula dengan saya. Dari awal masuk kuliah sampai akhirnya beliau kembali ke Bandung, beliau yang menjadi fasilitator saya. Saya sangat hafal cara-caranya ngobrol
"jadi gini ya Fikak..."
"begitu ya Fikak..."

Berbulan-bulan saya jadi bahan bully'an mahasiswa dan staff yang lain. Saya benar-benar galau dan sedih ketika si bapak memang harus berkarya di Bandung.

Keduanya mempunyai posisi yang sama dikehidupan saya saat itu. Sama-sama penting dan sama-sama berartinya buat saya. Sama-sama sedihnya ketika saya kehilangan.
Kalau pagi ini saya tidak membuka tulisan-tulisan lama saya, saya tidak akan ingat tentang sebuah rasa yang saya miliki dulu #cielah rasa lagi -_-

Semuanya dijawab oleh waktu.

Bertahun-tahun saya sudah menjalani kehidupan saya seperti biasanya dan sama sekali tidak kepikiran tentang keduanya. Meskipun 3 tahun yang lalu keduanya sangat berarti. Apa memang rasa saya aja yang sangat dangkal. Saya tidak tahu. Yang pasti ketika saya melihat dan membandingkan perasaan saya dulu dan sekarang sudah tidak ada hubungannya sama sekali.

Entah saya yang ada diposisi meninggalkan atau ditinggalkan saya akan baik-baik saja dengan berjalannya waktu. Saat itu saya ingat kalau saya sedih, toh sekarang saya sudah bisa bahagia dengan yang lainnya.

Tidak akan ada yang selamanya.
Semuanya hanya berada diantara hello dan goobye. Selanjutnya, waktu yang akan bekerja :)

FYI, saya tidak menghapus semuanya. Suatu saat saya akan melihatnya kembali dan mengingat kalau saya pernah menjadikan seseorang special yang saat ini biasa saja :)

Sabtu, 19 Mei 2018

First Impression

Sempat viral didunia per-ig-an. lupa tepatnya gimana karena nggak ikutan bikin saat itu, intinya minta orang lain menuliskan first impression dari si orang yang punya akun itu. Pernah membalas first impression ke orang lain, tapi sebagai pengisi waktu luang aja hahaha.

Btw tentang first impression, 90% pengalaman saya menyimpulkan seseorang dari first impression itu salah. Karena saya yang mudah percaya, apa adanya dan mencoba selalu positif aja menanggapi orang lain sehingga beberapa kali saya salah dalam "mempercayai" orang lain.

Seringnya yang saya alami adalah karakter seseorang itu berkebalikan dari first impression saya terhadap orang tersebut.

Saya pernah bertemu dengan seorang laki-laki. Dia adalah pelayan Tuhan yang bisa dibilang setia, berasal dari keluarga "Hamba Tuhan". Someday, saya sempat dekat dengan laki-laki ini, saya memposisikan diri sebagai teman. Suatu ketika saya diajak ke tempat ibadahnya, bagi saya oke-oke saja toh ngajaknya ke tempat ibadah. Dikenalkanlah saya kepada teman-temannya, bapak ibuknya, kakaknya dan keluarganya yang lain. First Impression saya saat itu adalah dia laki-laki yang sangat baik. Bahkan beberapa kerabatnya yang juga kerabat saya mengatakan bahwa saya adalah perempuan yang paling beruntung karena bisa dekat dengan laki-laki ini. Saya semakin dikuatkan dengan pernyataan salah satu hamba Tuhan yang lain, yang mengenal saya dan dia, menurut beliau dia memang laki-laki yang baik. But, it's all Zonk!
Bukan masalah dia pelayan Tuhan, bukan masalah dia berasal dari keluarga Hamba Tuhan dan bukan berasal dari kata-kata orang lain, bahkan First Impression saya saat itu 100% SALAH. Dia keras kepala dan tidak punya sopan santun dalam berkomunikasi. I can say this. If "you" read my article, I am so sorry with all my statement about "you". Rasanya tidak perlu saya ceritakan ya kenapa-kenapanya. Simpulkan saja apa yang dilakukan seorang laki-laki sehingga seorang wanita pemikir (seperti saya) bisa menyimpulkan demikian.

Lain cerita saya pernah pula bertemu dengan laki-laki lain lagi. Dia saya anggap sebagai teman saya. Bapaknya juga adalah teman mama saya. Di awal baik, manis dll. Bahkan beberapa tindakan "konyol" pernah dia lakukan demi saya. Misalnya, UTS dikampus yang dia tinggalkan demi nemenin saya sempro (di skripsi yang pertama), hujan dan jarak kampusnya cukup jauh dari kampus saya. Finally dia harus ngulang mata kuliah itu. Bagi saya sah-sah saja buat saya saat itu mempunyai first impression kalau dia adalah laki-laki yang baik. Ternyata semuanya berkebalikan dari first impression saya. Tahunya adalah ketika secara tidak sengaja dia emosi di depan saya dan caranya emosi benar-benar membuat saya speechless.

Saya juga pernah bertemu dengan laki-laki super cuek dan saya tidak pernah kenal selama dikampus. Saya hanya tau namanya, prodinya (karena beda prodi) dan skill nya. First impression dia ini sombong. Dikuatkan dengan kata orang lain yang juga mengatakan hal yang sama seperti yang saya pikirkan. Bahkan ada salah satu temannya yang dengan gamblang mengatakan kalau dia sombong, suka ngejek temennya yang nggak bisa coding karena dia jago coding dan lain sebagainya. Bahkan selama kita satu kampus dan ambil jurusan yang hampir sama, kita sama sekali nggak pernah saling komunikasi. Pernah sih karena kelas sertifikasi MTA dan saya kebetulan satu kelas dengan dia. Saya kagum ketika dia dapet nilai 100 di Ujian MTA dan percayalah kalau soal dan materi yang keluar di ujian beda. Syukurnya saya masih lulus hehe.
Suatu ketika saya membutuhkan informasi tentang seberapa powerfull sebuah bahasa pemrograman, yang saya tahu dia cukup mahir dibidang itu. Sampai suatu ketika saya iseng-iseng kontak dia dan tanya. So, HUMBLE. Tidak ada satu pun kesan sombong-sombong nya kalau sudah komunikasi sama dia.
Bahkan sebisa mungkin dia akan menjawab apapun pertanyaan yang saya ajukan, dia mencoba "coding" sesuatu yang saya tanyakan. Sampai detik ini dia keep support. Padahal bisa dibilang saya menghubungi dia saat itu karena saya ada butuhnya.

Pernah juga saya bertemu dengan seseorang yang saya yakin dia baik dan bisa dipercaya. Saya pertama kali bertemu dengan dia ketika ibadah ditempat teman saya. Sampai saya memperayakan sebuah pekerjaan yang bagi saya saat ini cukup mengecewakan. Entah karena saya selalu positif menanggapi orang lain atau saya yang ceroboh percaya ke orang lain. Atau memang ada sesuatu yang kurang saya pahami dari kondisi dia saat ini sehingga ada guratan kekecewaan di saya.

Ada pula kakak angkatan saya. Selama dikampus dulu rasanya saya nggak pernah komunikasi intens, nggak pernah cerita secara dalam bahkan nggak pernah sharing tentang kehidupan privasi saya. Bahkan saya lebih dekat dengan kakak-kakak angkatan yang lain. Saya tahu dia, saya berteman dengan semua sosmednya, tetapi saya tidak kenal dia dengan baik. Saya tidak paham seberapa baik dia. Yang saya tahu dia adalah pemain basket, dia jurnalis dan kakak angkatan saya. Udah sebatas itu saja. Sampai rasanya masih konyol ketika saya sedang skripsi dan dia adalah satu-satunya kakak angkatan yang menawarkan bantuan. Honestly, saya membuat satu folder pribadi dilaptop saya. Isinya adalah hasil coding yang dia kasih dan saya kasih nama folder itu "superhero". Memang banyak yang memberi support "semangat ya" "semoga cepat selesai" dan lain sebagainya. It's good enough lah. Padahal kalau saya ingat-ingat bagaimana penilaian saya kepada dia selama dikampus nggak ada, dalam artian saya tidak pernah memberikan penilaian apapun. Kalau kata teman saya "dia arrogant". Saya juga nggak tahu, atau mungkin luput dari pengamatan saya aja.

Saya juga kenal salah satu tetangga saya yang sebenernya masih satu RT dengan saya. Penampilan luarnya aja bikin saya takut dan secara otomatis otak saya memberikan penilaian yang negatif kepada orang ini. Sampai suatu ketika saya melibatkan diri di kegiatan RT. Ya maklum memang saya orang desa dan saya bangga karena depan rumah saya bukan ruko, tapi sawah. Saya masih bisa ambil tebu langsung dari sawah dan menikmati manisnya sebelum diolah jadi gula. Oleh Pak RT setempat saya dipercaya jadi bendahara dan orang ini jadi ketua pelaksana. Serem sih awalnya, tapi yaudahlah apa salahnya saya komunikasi dulu yang baik. 180 derajat karakternya berbanding terbalik dengan penampilannya. Bertahan sampai 3-4 tahun saya dipercaya sebagai bendahara RT dan dia ketuanya. Ya memang tingkat RT doang sih hehe. Sampai akhirnya saya undur dan merasa sudah cukup kiprah saya buat RT.

Memang tidak selamanya First Impression itu salah. Tetapi menilai seseorang sebelum kita benar-benar mengenal dia dengan baik adalah sesuatu yang salah. Beberapa pengalaman saya banyak sekali belajar, apa yang kita pikirkan di awal tentang orang itu baik atau jahat tidak selamanya benar.

Kadang Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang kita nilai baik diawal ternyata mengecewakan. Sebaliknya, ada yang kita nilai negatif dulu tentang orang itu ternyata dia sangat baik. Mungkin juga orang yang nggak pernah ingin kita kenal sebelumnya akan menjadi orang yang paling berjasa dalam kehidupan kita. Semuanya terjadi dan mengalir begitu saja.

Apa benar ya kalau sebenarnya kita tidak perlu memberikan penilaian apapun ke orang. Biarkan waktu yang akan memberikan jawaban siapa orang itu dan melihat apa yang akan terjadi dengan kita.

Pengalaman-pengalaman manis dan pahit membuat saya saat ini tidak ingin memberikan penilaian baik atau jahat kepada orang baru atau orang lama dalam kehidupan saya. Bagi saya saat ini bagaimana saya mampu menikmati setiap proses yang terjadi dalam hidup saya.

Setiap perjumpaan dan perpisahan memang tidak selamanya manis, tetapi ada maksud baik Tuhan disetiap hal yang terjadi. Pandai-pandai bersyukur :)

1 Samuel 16 : 7
Manusia melihat apa yang didepan mata, tetapi Tuhan melihat hati.

Jumat, 18 Mei 2018

Sudah Pernah

Btw, tulisan ini di request oleh seseorang yang cukup dekat dengan saya. Terimakasih sudah membuat saya menggoreskan kembali karya sebagai seorang penulis sesempatnya dan sesukanya.

Saat itu dia (yang merequest tulisan ini) kagum dengan kondisi saya saat ini. Enaknya jadi Fika, mau apa-apa tinggal beli, bisa banyak hal, jago coding, banyak yang suka dan lain sebagainya.

Sebenarnya begini, tidak ada yang tiba-tiba berada di posisi puncak, semuanya ada proses. Kalau sekarang seakan dimudahkan dalam segala hal, dulunya pernah "soro" dalam segala hal.

FYI aja ya, perjalanan keluarga dan saya berawal dari Tuhan dan semuanya karena ketekunan dan doa. Sejak saya duduk di kelas 2 SD, saya dibiasakan bekerja untuk mencari uang sendiri, mencukupi kebutuhan jajan saat saya masih SD. Saya diajarkan menjahit, disaat anak-anak yang lain main dan dimanja dengan segala kecukupan, saya harus kerja menjahit kantong. Saat itu satu kantong yang saya jahit dihargai 25rupiah, semakin banyak yang bisa saya jahit, akan semakin banyak pula hasil yang saya dapatkan.

Berlanjut sampai SMP, saya tidak lagi "minta" uang jajan kepada orang tua saya, karena posisi saya saat itu sudah kerja sebagai guru les untuk anak SD, kebetulan tetangga saya sendiri dan tahu track record saya selama sekolah. Bersyukurnya, dari awal Tuhan anugrahkan kepada saya kemampuan akademik diatas rata-rata.

Berlanjut ke SMA, saya menjadi tukang ojek. Saat itu masih belum jaman Gojek atau Grab seperti tahun ini ya. Karena ada tetangga saya yang bekerja di pabrik rokok dan masuk kerja jam 5 pagi, saya menawarkan diri untuk menjadi tukang ojek langganannya.
Kalau dia harus kerja jam 5 pagi, kebayangkan saya harus bangun, mandi jam berapa?
Setelah ngojek saya lanjut sekolah. Jaman itu saya diberikan upah 5ribu rupiah setiap saya antarkan, kalau saya jemput juga artinya satu hari saya dapat 10rb. Cukup untuk nabung dan jajan selama saya sekolah di bangku SMA.

Dingin, masih ngantuk, kepagian sampai di sekolah itu udah resiko hehehe.

Berlanjut ke Kuliah, semester pertama saya masih adaptasi dengan jam-jam kuliah dan masih cari celah supaya saya tetap bisa produktif dan tetap bisa study. Saat itu saya mencoba peruntungan dibidang konveksi. Pada dasarnya memang saya suka dunia bisnis. Kerja kerja dan kerja. Sempat jalan dua tahun sampai akhirnya gulung tikar karena SDM yang nggak masih belum punya kemampuan yang dibutuhkan.

Semester 5 saya mendapatkan tawaran magang dari kampus. Tidak digaji, tetapi hasilnya langsung dipotongkan ke biaya kuliah. Better lah, jadinya saya bisa pakai uang yang harus saya bayarkan buat kuliah untuk hal yang lain. Magang sampai semester 8 awal.

Semester 8 kuliah saya pindah kerja di MRCPP (Ma Chung Research Center for Photosyntetic Pigment). Disini adalah tempat kerja yang sangat enak selama saya bekerja dimana-mana. Tugas saya adalah belajar dan belajar, membantu penelitian. Saya lama-lama nggak kuat karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Saya belum selesai belajar satu hal, sudah muncul hal baru.
Intinya belajar yang dibayar. Banyak peneliti dan saya tahu bagaimana kerja para profesor dan peneliti-peneliti yang lain.

Semester 8 akhir saya mendapat tawaran sebagai seorang pengajar di salah satu sekolah swasta di malang. Saya bertahan hanya satu tahun 3 bulan, sampai saya memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut.

Saat ini saya tidak bekerja, tetapi memberikan pekerjaan. Saya tidak ada gaji, tetapi menggaji.
Santai, bukan punya saya. Semuanya punya papa saya. Tapi kerja keras dan effortnya sama besarnya kayak saya bekerja untuk orang lain. Bedanya, sekarang saya berusaha bagaimana orang lain bisa kerja dan bisa dapat berkat dari bisnis saya. Tujuannya bukan untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Tetapi untuk menjadi berkat, menolong orang lain. Saya ambil sisanya setelah orang lain sudah dapat gaji dulu.

Semakin bertambahnya usia saya berpikir, sebenarnya apa yang saya cari?
(bukan sepenuhnya pemikiran saya, tetapi saya mengadopsi pikiran itu dari seseorang lain yang belakangan ini saya mencoba mengenalnya dengan baik)

Saya mencari kedamaian dikeluarga, lingkungan dan dimanapun saya berada. Mengasihi dan menjadi berkat buat banyak orang. Semakin menyebar kebaikan dan disitu pula kebaikan Tuhan akan semakin dinyatakan.

Jumat, 11 Mei 2018

Nasi Goreng dan Anak

Beberapa minggu ini memang tukang yang bekerja di tempat saya lembur-lembur. Mengingat satu minggu lagi bulan puasa dan memang ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum hari raya.

Saya bersyukur kalau diberikan partner kerja yang loyal untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan.

Setiap sorenya, sekitar pukul 18.00 para tukang baru saja selesai bekerja dengan hitungan lembur. Saya pun sebagai anak dari pemilik usaha memberikan respect kepada mereka dengan menyiapkan konsumsi setiap sore nya. Maklum ya, mereka bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 18.00, meskipun siangnya mereka sudah makan dengan bekal masing-masing, tetap mereka harus disiapkan makanan. Kami pun peduli dengan kesehatan fisik para tukang.

Biasanya saya dan mama masak sendiri untuk makanan tukang. Kadang ayam, daging, tahu tempe, telur dan lainnya. Kami usahakan selalu ganti menu setiap mereka lembur. Kebetulan kemarin saya fokus menyelesaikan data (skripsi) yang untuk saat ini adalah menjadi prioritas saya. Menyelesaikan studi yang sudah saya mulai menjadi hal utama yang saya kerjakan setiap hari.

Akhirnya saya memutuskan membeli makanan saja untuk konsumsi mereka. Saya pilih nasi goreng yang nggak terlau ribet dan saya rasa cukup lah untuk makanan tukang karena porsinya juga sudah cukup banyak. Saya menyiapkan makanan yang sudah saya beli ditempat biasanya mereka makan.

Satu per satu pak tukang mengambil makanan makanan yang disiapkan. Sore itu saya memutuskan untuk disana, ngobrol dan membaur dengan mereka, saya juga ikut makan dengan makanan yang sama.

Ada salah satu pak tukang yang tiba-tiba tersedak dan berkata
"nggak habis ce"
yaudahlah kalau emang nggak habis mau diapakan lagi?
"yaudah buang aja"
jujur saya menyesal setelah mengatakan itu dengan entengnya, pikir saya siapa pula yang mau makan sisanya tukang?

"pasti anak ku mau kok ce"

wait, saya terdiam beberapa saat dan baru sadar kalau ternyata si bapak membungkus kembali nasi gorengnya lagi untuk anaknya dirumah. Disitu saya langsung trenyuh dan melihat hati bapak yang sebenarnya.

Saya yakin kok kalau si bapak pasti lapar setelah kerja berjam-jam sebelumnya.

Bagi saya, makanan ini hanya Rp.10.000, nominal yang sangat kecil buat ukuran saya dan keluarga. Rupanya untuk orang lain makanan dengan nominal tersebut sangat berharga.

Kemudian malam harinya saya ngobrol tentang kejadian tadi ke papa.
"Papa pernah kayak gitu?"
"Nggak pernah, soalnya papa yakin kalau anaknya sudah jelas makan makanan yang lebih layak dirumah"

How blessed I am :)

Senin, 07 Mei 2018

Sebuah Hubungan

Menurut KKBI hubungan adalah bersambung atau berantai. Si A kenal Si B, Si B kenal Si C. Si A suka sama Si Ci tapi Si C lebih suka sama si B. Atau mungkin kemungkinan-kemungkinan hubungan yang lain. Kalau kita kenal dengan seseorang mau tidak mau kita akan menambah panjangnya rantai kesinambungan dalam sebuah hubungan. Kalau saya punya teman, kemudian teman saya mungkin juga akan mengenal saudara atau orang-orang yang ada disekitar saya juga.

Masalah hubungan memang kadang rumit, yang sebenernya baik-baik saja selama kita bisa mengklasifikasikan dan menyikapi sebuah hubungan.
Tulisan ini akan banyak membahas klasifikasi hubungan versi saya, ingat versi saya. Setuju atau tidak setuju silahkan hehe

1. Orang lain
Klasifikasi disini adalah orang yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan saya. Contohnya saya melihat orang berjalan didepan rumah saya, saya nggak kenal dan nggak ada pengaruhnya dengan kehidupan saya, nah itu orang lain.

2. Kenal
Kenal disini mungkin sudah beberapa kali berjumpa atau kopi darat lah, bercerita tentang hal yang general (bukan masalah pribadi). Kalau hanya sekedar say hay belum tentu dia adalah kenalan saya. Saya menghubungi dia dan dia juga menghubungi saya. Contohnya begini, kalau ada orang salah sambung menghubungi saya nah ini bukan tergolong kenal. Karena saya tidak menghubungi dia hehe. Menghubungi yang saling bertimbal-balik.

3. Teman
Teman levelnya satu tingkat diatas kenal. Kalau kenal mungkin menghubunginya kalau "ada butuhnya" saja. Kalau teman mungkin intensitas komunikasi lebih ya. Obrolan-obrolan yang dilakukan juga lebih spesifik, tapi masih belum mengenal pribadi saya dengan detil. May be dia hanya akan tahu karakter saya saja.

4. Family (Sahabat)
Saya menggolongkan Family juga sama dengan sahabat. Ada orang lain yang hubungannya lebih dekat dari pada seseorang yang mungkin mempunyai hubungan darah dengan kita. Ada juga yang punya hubungan darah dengan kita tapi bersikap layaknya teman. It's OK dan nggak masalah sih. Bisanya mereka yang sudah menjalin hubungan lebih dari 5 tahun. Tidak menutup kemungkinan 3 bulan kenal bisa menjadi family kok. Disini mereka adalah orang-orang yang mengerti detil dan seluk beluk kepribadian saya. Bagaimana saya bersikap, apa yang saya sukai dan yang saya tidak sukai

5. Someone Special
Disini hanya akan ada satu orang. Tingkat yang istimewa dan special (pakai telor). Saya berbagi tentang apa yang saya rasakan, apa yang saya pergumulkan. Tidak semua orang bisa mencapai posisi ini. Ya iyalah kan cuma 1 orang.
Siapa? Hmmm, someday ya saya akan ceritakan kalau posisi ini tidak berubah-berubah lagi.

Bisa kah dari someone special menjadi family atau bahkan sekedar teman?
Sangat Bisa!

Pernah kok, someone special jadi nggak kenal sama sekali hahaha.

Tujuannnya bukan untuk membeda-bedakan orang, tetapi lebih pada bagaimana kita mengatur sikap, bagaimana mengatur komunikasi dengan orang tersebut. Jangan baper dulu sama seseorang ya, diklasifikasikan dulu dia masuk hubungan yang mana.
Kadang ada teman yang sebenernya bukan teman, kadang ada family yang seharusnya kita cukup memperlakukan sebagai teman dan kemungkinan lainnya.
Bersikap dan mengatur komunikasi dengan seseorang itu penting.

Keep Shining and Be Blessed!