Minggu, 31 Januari 2016

Gagal Fokus!

Di tulisan saya sebelumnya, saya sempat bercerita kalau saat ini (saat menulis blog ini lebih tepatnya), saya sedang magang (jadi student staff). Bayangkan saja saat ini saya sedang duduk, dihadapan Laptop saya yang merk nya Toshiba warna hitam dan PC kantor yang sangat jarang saya gunakan walaupun sebenarnya itu udah jadi hak saya, sebelah saya ini udah ada sekotak makan siang yang dari tadi udah manggil-manggil pengen dimakan (nggak perlu tau lauknya apa). Udah dibayangkan? Ya posisi saya itu ketika saya sedang menulis blog ini. Penting? Enggak sihh.. Tapi terimakasih udah membayangkan, kalau belum membayangkan saya kasih saran nggak usah dibayangkan.

Beberapa bulan lalu, saya tanda tangan kontrak mengenai job desk saya magang disini. Ya saya tahu biaya kuliah saya mahaaaal dan kalau saya magang disini, lumayan lah bisa mengurangi beban biaya kuliah, saya harap kalian udah baca postingan saya sebelumnya. Saya sudah baca semua hal yang akan saya kerjakan disini, membuat users manual penggunaan email (yang sebenernya nggak penting, masak org kerja kantoran nggak bisa pakai email?), mendukung keberlangsungan kegiatan unit (kadang cuma angkatin telfon, ngasih salam terus ngasih telfonnya ke atasan), sebenernya ada lagi cuma saya pas nggak inget.

Kerjaan saya itu mudah, bisa saya katakan sangat mudah buat anak seusia saya yg masih belum lulus S1 dan punya otak yang gak pinter-pinter amat. Masalahnya, kerjaan saya ini nggak kelar-kelar. Padahal saya kerja sejak jam 8 pagi - jam 5 sore (jam 12 siang sampai jam 1 istirahat). 8 jam hanya membuat users manual, pekerjaan yang sangat mudah bukan? Yaa tapi tetep aja, saya harus mengerjakan users manual untuk satu aplikasi berhari-hari.

Sangat berbeda ketika saya mengerjakan tugas kuliah dirumah dimalam hari. Makalah atau paper yang ditugaskan itu berlembar-lembar (kadang tembus 30lembar) dan saya bisa menyelesaikan dalam waktu 2 hari dengan jam kerja sekitar 3jam perhari.

Jauh berbeda dengan produktifitas saya ketika dikantor dan dirumah. 8 jam dikantor belum tentu saya bisa menyelesaikan 5 lembar users manual. Sedangkan dalam waktu 6 jam saya bisa menyelesaikan 30 lembar untuk tugas kuliah.

Setelah saya amati cara kerja saya antara dikantor dan dirumah yang jadi masalah adalah saya gagal fokus untuk bekerja dikantor. (bahkan barusan aja ada Laoshi ketika saya nulis blog ini, laoshi itu sebutan untuk dosen bahasa mandarin yang lapor kalau wifi nggak bisa connect, not bad lah karena paling nggak saya masih paham bahasa mandarin dan tau yg dimaksud - intinya wifi e nggak bisa di ruang laoshi). Kalau saya kerja dirumah saya hanya ditemani laptop, kadang teh atau susu dan lagu random yang diputer di laptop. Saya hanya mengerjakan tugas saya itu aja.

Fokus.... ujian terberat untuk menyelesaikan tugas dikantor adalah fokus yang sering terganggu dengan telfon yang berdering dan saya harus angkat, atasan yang tiba-tiba minta tolong, belum lagi kalau ada rekan ke kantor dan ngajak basa-basi (ini hal yang paling merepotkan buat saya yang tergolong introvert).

Beda kalau saya dirumah, saya kerjakan tugas jam 9 malam - jam 12 malam. (termasuk kebiasaan buruk karena tidur terlalu malam). tapi diwaktu ini Mama Papa udah tidur dan kemungkinan manggil saya cuma 0.01% (itungan suka-suka), nggak akan ada telfon yang harus di angkat, HP??? santaaaiii, orang single siapa yg mau nyariin (kalau bukan org iseng yg lagi PDKT), kemungkinan besar saya cuekin mereka (kecuali pas saya liat notif HP dan itu dari dia, dia itu siapa? hmmm jangan kepo).

Saya jadi berpikir kenapa yang menjadi titik berat dari magang disini adalah jam kerja? bukan produktifitas. Percuma kan kalau jam kerja penuh 8 jam, tapi produktifitas nggak maksimal? Kenapa bukan dengan sistem task aja? berikan saya tugas dan saya akan menyelesaikan tugas itu. kalau orang-orang biasanya nyebut "Borongan". Tidak terikat dengan jam kerja doank, cuma hasil nya sudah jelas.

Terus kamu bisa apa fik? saya nggak bisa apa-apa karena kebijakan ini sudah diterapkan dan saya yakin kebijakan ini sudah melalui banyak pertimbangan. Ya mau nggak mau saya cuma bisa berusaha fokus dalam pekerjaan yang sudah saya ambil ini. (memang banyak gagal untuk fokus di jam kerja).

Tapi, saya mau menekankan sekali lagi. Fokuslah. Selama kita nggak fokus, saya berani jamin kita nggak akan mencapai titik produktifitas terbaik. Selama ini saya banyak membaca dan tidak sedikit yang mengatakan bahwa Fokus itu adalah hal yang baik. So, mulailah fokus.

Atau kalau enggak, saya berani nraktir makan pembaca blog ini (nraktir pecel di warung jurang deket kampus saya) kalau memang ada yg tingkat produktifitanya lebih baik ketika mereka tidak fokus. Saya akan berguru dari kalian.

Hebat Yaaa..

Siapa sih orang yang nggak akan bangga kalau sering dipuji?

Saya sih cuma pengen cerita beberapa pekan yang saya jalani dengan penuh Pujian (beneran kehidupan saya itu penuh dengan pujian). Bahkan saya jarang sekali mendapatkan kata-kata negatif dari orang yang saya temui (atau mungkin ini terjadi memang saya sendiri yang kurang suka atau bilang aja NGGAK SUKA kumpul dengan mereka yang suka ngomong negatif). Kalimat saya sebelumnya kan bilang "Jarang Sekali", bukan berarti saya nggak pernah dapat kata-kata negatif sih. Malahan saya dapat kata-kata negatif itu dari dosen (program study lain yang nggak perlu disebutkan siapa namanya) ketika saya memimpin rapat didepan banyak staff dan dosen yang lain (udah cukup sampai sini aja cerita nya, bukan ini fokus utamanya hehe, next time aja kalau dapat inspirasi saya cerita tentang kejadian yg membuat saya nangis dihadapan banyak mahasiswa, dosen dan staff).

Fokus tulisan ini adalah banyaknya pujian yang saya dapatkan akhir-akhir ini. Kalau dibilang saya terkenal di kampus, saya sih bisa bilang "of course, siapa yang gak kenal fika?" (itu fiktif, saya nggak sesombong itu hehe). Cuma memang iyaa, kalau saya terkenal dikampus saya bisa memastikan 70% berarti separuh lebih teman satu angkatan saya sekampus itu tahu yang namanya fika. itu itungan dari mana? udah terima aja karena itu adalah itungan suka-suka ekeeee. Mulai aja deh pujian pertama. Kalau belum selesai membaca tulisan ini, harus diselesaikan yaa supaya pemahamannya utuh :)

Case 1 :
saya saat ini sedang magang (student staff) disalah satu unit Universitas Ma Chung tempat saya kuliah. Awalnya saya kagok juga ada disini karena jujur saya nggak kenal dengan orang sekantor saya, saya hanya sekedar tahu nama mereka. udah gitu aja, selebihnya bukan urusan saya (saya sadar kalau saya ini orang yang cenderung cuek). Cuma bertemu dengan orang baru adalah tantangan baru buat saya. Tantangannya adalah "bagaimana cara saya berkomunikasi dengan orang yang sama sekali saya nggak kenal?" mudah? hemmm ENGGAK. ini bukan hal yang mudah. Kejadian-kejadian yang membingungkan saya saat itu adalah hampir semua orang yang mendatangi unit tempat saya magang dan lihat saya duduk disana mereka selalu menyapa saya

"loh fik, km disini sekarang?"
"loh fik sejak kapan?"
"kamu ngerjakan apa fik disini?"
dan masih banyak lagi sapaan-sapaan yang lain.

Lebih parah lagi ada kasus seperti ini ketika saya angkat telfon di unit itu dihari pertama (catat! hari pertama dan seharusnya nggak ada yg tau kalau saya magang disana kecuali Tuhan, saya, orang tua saya, dan satu dosen yang sangat dekat dengan saya ^_^). Kecuali kalau dosen saya ini ember dan cerita ke banyak orang. Tapi saya pikir nggak lah ya.

Fika : Halo Selamat Pagi
Pak X : ini Unit ............ ya? (nggak usah disebutkan lah)
Fika : Iya
Pak X : Oh ini Fika ya?

Bayangkan, saya magang hari pertama dan itu masih pagi, cuma karena saya bilang ucapkan salam "selamat pagi dan kata iyaa" aja Bapak itu udah bisa tahu suara saya. Greget kan? hehehehe.

Bahkan ada pimpinan perpustakaan Kampus yang dengan suka-suka memberikan account beliau ke saya, jadi saya bisa akses jurnal dengan bebasnya. ini bekal yang baguslah buat nglanjutin kuliah. (laaaahhhh siapa saya dikasih account yang beliau punya? saya tau orang ini aja baru sekali, tapi ya entah sih kalau beliau yg lebih tau saya :p)

Hari ketiga atasan saya bilang seperti ini
"Fik, kamu prodi apa sih? Kok kamu terkenal banget (TERKENAL BANGET). termasuk orang populer ya kamu itu, semua staff dan dosen yang kesini pasti kenal sama kamu"
Saya nggak punya jawaban apa-apa selain senyuman manis saya #cieee. Percayalah bahwa nggak setiap staff atau dosen yang nyapa itu saya tau nama mereka. Bahkan ada cece2 yg tingkahnya akrab sekali dengan saya, seakan udah tau banget siapa saya dan saya ini nggak tau dia itu siapa hahahaha.

Case 2 :
Ada rekan staff juga yang saya kenal baik dengan beliau dan beliau ini adalah salah satu pimpinan di unit lain. Ketika beliau tahu saya magang disalah satu unit dan unit ini bukan unit beliau beliau sontak berkata dengan gayanya (beliau ini bukan orang Malang).

"Fikk... kamu kok nggak ditempat saya aja? kamu kan lebih berpengalaman dari saya buat ngurusi pekerjaan di unit saya. Ya tolong saya ini dibantu."

Beliau ini pimpinan tapi kok bilang saya yang belum apa-apa ini lebih berpengalaman dari beliau. Yaa memang beliau adalah pimpinan baru dan saya memang berperan cukup banyak di unit yang sekarang beliau pimpin. Cuma saat itu yang ada dipikiran saya "cieee dia pengen saya di unitnya, hemm dia butuh saya rupanya". Benar kalau ketika membaca ini anda berpikiran kalau saya ini orang yang sombong, dan memang benar saat itu akar kesombongan dalam diri saya ini mulai muncul.

Case 3 :
Setiap kali saya bertemu dengan MaBa (Mahasiswa Baru, maklum saya udah senior) dan teman seangkatan atau mungkin kakak angkatan yang lebih senior dari saya. Mereka ini selalu menyapa saya dan berbincang-bincang dengan saya. Tidak sedikit dari mereka bilang

"Ce Fik ini keren yaa, jadi Perwakilan Mahasiswa tingkat Universitas,IPK nya bagus, bisa jadi pembicara di banyak kegiatan, fasilitator acara kampus, Jadi ketua MCF *MCF itu acara kebesaran Ma Chung, paling besar di Ma Chung*, masih bisa buka bisnis sendiri, eh sekarang juga jadi asisten dosen, pasti orang tuanya bangga"

Ya itu satu kalimat yang saya rangkum dari pujian yang pernah dan selalu saya terima. Tulus atau enggak itu buka urusan saya. Keadaan itu benar membuat akar kesombongan ini semakin tumbuh. Bahkan nggak jarang saya bercanda dengan junior saya "Luu mau nggak gua lulusin MCF?" (karena jadi MaBa harus lulus MCF). 

Case 4 :
Saya itu anak paling cewek satu-satunya dan anak terakhir, bisa dibilang saya ini anak yang paling cantik (ya iyalah satu-satunya). Satu-satu nya pula yang bisa memulai bisnis dikeluarga (konveksi) yang akhirnya saya yang menggaji sodara-sodara saya. Ya sodara kandung, ya sodara sepupu. Mama papa nggak punya konveksi, mama cuma punya beberapa mesin jahit dan ambil garapan dari tempat lain dan Papa kerja sebagai pemegang Proyek Kontruksi Baja. Kenapa nggak cari pesanan sendiri aja? kan untungnya akan lebih banyak. Singkat cerita saya buka konveksi dengan nama "Fikachu" beneraaan, nama konveksi saya hingga saat ini "Fikachu" (nama ini dikasih sama dosen yang paling deket karena saking akrabnya saya sampai saya dipanggil Fikachu). Semua aspek dikonveksi ini saya yang pegang dan saya yang atur bahkan sampai perputaran keungan. Di usia saya yang belum genap 20 tahun, saya sudah menggaji karyawan yang usianya kepala 3 (30 tahun lebih). Masalahnya adalah, akar kesombongan ini terus tumbuh dengan kondisi saya yang seperti ini.

Lama-lama saya kuwalahan dengan kerjaan ini dan saya delegasikan kerjaan ini ke Mama. Peran saya hanya sebatas mencari orederan. Selebihnya akan dikerjakan oleh sodara dan karyawan. Bahkan akhirnya Papa saya hengkang dari kerjaannya dan terjun ke dunia konveksi yang saya bangun dengan modal uang beasiswa yang nggak lebih dari 2juta.

Nggak sedikit paman dan bibi saya memberikan "Fik kamu masih kecil udah jadi juragan ya".

[cerita itu nyata terjadi dan cerita itu yang sempat membuat saya lengah bahkan terjrumus di kesombongan]

Itu 4 case yang saya rasa udah cukup mewakili yaa. Kalau saya teruskan malah nanti jadinya kesombongan ini terus menerus meningkat wkwkwkwk.
Kenapa fika bisa sehabat itu? Dapat pujian sana sini? Keren banget ya, Hebat banget ya.

Prosesnya nggak seperti ketika saya membalikkan telapak tangan. Beraaaaat, sangat beraaaat. Saya ini bukan orang yang terlalu pinter, enggak, sama sekali enggak. Saya itu cuma mahasiswa biasa-biasa aja, dibilang rajin ya kalau mood rajin ya rajin, kalau enggak  ya enggak sih. IPK itu nggak bagus-bagus banget, cuma ada diangka yang aman aja. Tapi kok jadi asdos? Ya karena saya dekat sama dosennya, titik.

Untuk mencapai titik IPK diangka yang aman, saya harus belajar lebih keras dari teman-teman saya yang lain. Bahkan saya selalu pulang diatasa jam 10malam untuk belajar bareng dengan senior saya. Rumah saya dan kampus itu cukup jauh, kurang lebih 30menit waktu yang harus saya tempuh, itupun kalau nggak macet. jadi kalau saya pulang dari kampus jam 10malam sampai rumah sekitar jam setengah 11 malam. Kok orang tua boleh-boleh aja? Anak cewek lagi? Iyaa, untungnya orang tua saya nggak terlalu kolot dan percaya kalau anaknya ini beneran dikampus (untungnya anaknya juga pinter jaga kepercayaan). Kadang ya saya ini maksa dosen buat ke kampus dihari sabtu buat ngajari yang saya nggak ngerti (saat itu dosennya masih lajang dan bisa digangguin, skrng mah udah beranak, udah sibuk). Kesimpulannya saya bukan orang yang super pinter enggak. Sekali lagi karena kerja keras.

Punya bisnis? iyaa saya emang punya bisnis dan di usia belum 20tahun saya udah bisa menggaji orang lain. Kenapa bisa gitu? Saya itu bukan orang yang sangat kaya, enggak. Mama itu buruh di orang lain, Papa kerja proyekan. Ya kadang ada, kadang ya enggak. Sampai pernah disatu titik keluarga saya nggak punya uang sama sekali buat makan. Pernah kejadian? Pernah dan saya alami itu. Bahkan buat lanjut SMA saya itu harus mau jadi tukang cuci piringnya sekolahan T_T (kalau inget pengen nangis). Nggak sanggup bayar SPP. Dateng lebih pagi (sebelum jam 6, pulang paling sore, sampai pernah kekunci didalem sekolah).

[Lahir miskin bukan kesalahan, tapi mati miskin itu yang jadi kesalahan]

Dari keadaan itu loh guysssss saya tuh nggak pengen terus-terusan ada di posisi itu. Ceritanya sangat panjang dan butuh bertahun-tahun sampai sekarang dengan percaya diri saya bisa berkata "ini loh konveksi ku, aku nggaji karyawan ku".

Apa semua itu yang menjadi dasar saya bisa jadi seperti ini? Jawabannya BIG NO!

Fika nya yang hebat? Nooooo.... Saya mau menekankan disini, Tuhan nya Fika noh yang hebat.

Siapa saya yang lulus SMA aja harus jd tukang cuci piring? Terus sekarang bisa kuliah ditempat elit, jadi student staff, asisten dosen, ketua ini itu, IPK bagus.
Siapa saya yang cuma anaknya buruh dan orang proyekan? Terus sekarang bisa nggaji belasan karyawan.
Siapa saya yang mau makan aja harus jadi tukang ojek dipagi buta? Terus sekarang bisa jadi rebutan beberapa unit dikampus.

Nooooo.. Bukan Fika yang hebat guys.

Logikanya dibalik aja deh. Misal Tuhan nggak ngasih kesehatan, mana bisa saya jadi tukang ojek? Misal Tuhan nggak ngasih otak yg lumayan encer ini, mana bisa saya sekolah sambil jd tukang cuci piring? Misal Tuhan nggak ngasih saya keluarga yang pas-pas an, mana bisa saya jadi pekerja keran kayak gini?

Intinya kalau sekarang sedang musimnya fika dibilang "Hebat Yaaa.." saya nggak mau ambil itu semua. Hebat itu bukan milik saya. Saya cuma mau bilang lakukan aja bagian mu, ngrubah keadaan itu bukan bagianmu :)
Kalau kamu mau, kamu pasti bisa. Tuhan mu itu nggak akan tinggal diam. Bagianmu cuma tinggal lakukan dan percaya. Intinya Tuhan itu Hebat Yaaaa...
Satu lagi, hati-hati dengan jurang kesombongan. ini bisa muncul kapan saja dan saya sempat terjerumus sesaat. Ya Syukurnya sekarang sudah dipulihkan :)


Sabtu, 30 Januari 2016

SadNight

Saturday Night itu bagi yang punya pacar dan Sad Night buat yang jomblo (hehe). Bukan masalah jomblo atau enggak, cuma yang jadi kendala adalah bagaimana kita memanage perasaan kita sendiri aja. Kenapa tiba-tiba pengen nulis seperti ini? Ya memang ini adalah salah satu bentuk luapan kekecewaan di hari sabtu ini. Masalah cowok? Ya, tentu saja.

PDKT udah jadi hal yang biasa sih buat anak muda, termasuk saya yang sampai saat ini masih banyak cowok yang PDKT sama saya bahkan tidak sedikit yang menyatakan kalau mereka ingin menjadi "pacar" saya. Ya tapi kan pacaran tidak sebercanda itu (hehe) #SokBanget. Don't care about itu sih :)

Jadi ceritanya begini, saya sedang dekat dengan salah seorang cowok. Sebut saja Mr.X. Sudah lama Mr.X ingin mengajak saya jalan dan saya beberapa kali menolak. Sebenarnya bukan karena saya sibuk atau menolak tanpa alasan, hanya saja saya ingin melihat seberapa serius dia ingin dekat dengan saya. Itu bukan hal yang berlebihan dan itu adalah hal yang sangat biasa dilakukan oleh cewek, termasuk saya. Mudahnya sih supaya nggak dianggap 'gampangan'

Hubungan kami semakin lama semakin dekat sampai suatu saat saya menunggu dia kembali mengajak saya pergi makan atau paling nggak jalan-jalan seperti sebelumnya yang dia pernah tawarkan. Kenyataannya memang benar, dia kembali mengajak jalan. Karena saya sendiri pun sebenrnya sudah lama menunggu dia mengatakan ini dan ini adalah ajakannya yang kesekian kali akhirnya saya sih "yessss". Sampailah kami ke percakapan "jemput aku ya, pamit baik2 gih sama papa mama ku" dan dia bilang "hemm ini belum waktunya aku ketemu sama orang tua mu"

Spontan lah saya yang sebelumnya bilang "yesss" langsung berbalik jadi "Big Noooo" and finally he moved into my blacklist person in my life (apa-apa an sih, gaya banget). Ngapain ndeketin saya kalau ketemu sama orang tua saya aja nggak berani?

Kecewa berat dengan model cowok seperti ini, dan sialnya kejadiannya dihari sabtu (malam minggu). Masalah nya itu bukan karena saya nggak dijemput terus saya ngambek seperti anak-anak ABG yang alay. Nggak dijemput pun saya punya motor dan saya bisa kendarai dan berangkat sendiri. Masalahnya sih dia sudah tidak menghargai keberadaan orang tua saya yang mengajarkan saya ngeja A.. B... C.. hingga saya bisa menjadi seperti ini. Ya kalau memang rumahnya sejauh timur dan barat terus keberatan jemput sih saya masih memaklumi, cuma ini rumahnya kepleset aja udah nyampai.

Masalah kedua yang saya pikir kan kalau saya pamit ke orang tua "Ma., aku mau pergi sama Mr.X" terus saya ambil motor sendiri dan Mama nanya "loh kok gak dijemput?" Nah loh.. saya mau jawab apa? Semakin jelek kan nama dia didepan orang tua ku? Saya pun masih memikirkan nama baiknya didepan orang tua saya. Kalau saya jawab "Ya dia sih cuma mau ngajak pergi dan gak mau jemput" Apa kata duniaaaaa? #Alay

Ya intinya sih saya cuma pengen berbagi aja sama yang membaca artikel ini, baik cewek ataupun cowok. Kalau jadi cowok jadilah cowok yang gentle. Kalau memang mendekati satu cewek ya fokuslah dengan yang satu itu, toh pertama jemput orang tua si cewek juga nggak akan nanya "kapan mau nikahi anak saya kan?". Berkelanlah dengan keluarganya sehingga kamu tahu bagaimana sebenarnya cewek yang sedang kamu dekati. Nah, kalau buat cewek, jangan gampangan.Percayalah, jangan jadi cewek yang gampangan. Lebih baik sendiri dari pada bersama dengan orang yang salah. Cewek itu bukan piala bergilir yang dengan mudah bisa dipindah tangankan. Hargai dirimu, karena semakin baik kualitasmu akan semakin baik pula pria yang akan mendampingi mu. Just be your self :)

Jumat, 29 Januari 2016

Membuat Resolusi

Tahun Baru yang selalu identik dengan membuat sebuah resolusi baru. Kadang membuat saya juga tidak mengerti maksud orang dengan menuliskan resolusi awal tahun yang belum tentu resolusi itu akan diingat sampai bulan ketiga. Tidak ada yang salah membuat sebuah resolusi, karena saya pikir itu adalah sebuah tujuan yang ingin dicapai.

Tahun baru lalu saya juga menjadi salah seorang yang membuat resolusi awal tahun. Membuat resolusi itu pun karena kebetulan pergi bersama teman-teman rohani ke sebuah Villa dan salah satu acara kami saat itu adalah "membuat resolusi". Saya iseng menuliskan 15 resolusi dan kenyataannya memang saya hanya menyimpan tulisan resolusi itu di loker lemari dan sama sekali tidak membuka bahkan saya tidak ingat sama sekali mengenai resolusi dibulan kedua tahun itu.

Semakin saya menjalani kesibukan saya semakin saya pun tidak mengingat sama sekali apa yang pernah saya tulis untuk menjadi sebuah resolusi, apalagi saya menuliskan 15 resolusi. Resolusi itu seakan-akan hanya menjadi sebuah pemantik semangat diawal tahun yang hanya bertahan satu hingga dua minggu (bagi saya) dan selebihnya semangat untuk menjalani keseharian bukan lagi dari resolusi yang telah di tulis sebelumnya.

Bulan demi bulan berjalan dan saya benar-benar lupa mengenai resolusi yang pernah saya tulis sebelumnya. Mungkin hanya terjadi pada saya. Belum tentu pula semua orang melupakan resolusi awal tahun yang pernah dibuat. Semuanya tergantung pada orangnya.

Lamaaaa, akhirnya sampai dibulan terakhir tahun lalu. Ya saya masih dalam keadaan lupa mengenai resolusi yang saya tulis 12 bulan lalu. Tidak sengaja diakhir tahun saya membongkar isi loker dan menemukan resolusi yang masih tersimpan dengan baik di loker lemari, Saya baca dan saya akhirnya ingat kalau saya pernah membuat resolusi itu. Saya membaca resolusi poin per poin yang saya tuliskan.

Dari 15 resolusi yang saya buat tahun lalu, ternyata tanpa saya sadari bahkan saya lupakan, ternyata 11 dari 15 resolusi yang saya lupakan itu tercapai. Kalau ditanya kok bisa? Hebat ya? Ahhh enggak juga sih. Saat itu yang saya lakukan hanya fokus pada apa yang saya  kerjakan dalam waktu dekat dan kerjakan semuanya dengan baik. Mending jangan dikerjakan apabila tidak bisa mengerjakan dengan baik atau paling tidak punyailah niatan untuk mengerjakan dengan baik.

Terus, apakah membuat resolusi tahunan penting atau tidak? Yaa, itu kembali pada pilihan masing-masing. Kalau mau membuat resolusi ya membuatlah. Kalau takut lupa ya mending buat aja, barangkali nanti ingatnya diakhir tahun.

Kalau saya sendiri sih tahun ini memang tidak mebuat resolusi. Saya berpikir bahwa "hidup itu akan tertekan kalau selalu berpatokan pada resolusi (disini saya definisikan sebagai target)". Kenapa tidak hidup mengalir dengan capaian-capaian yang tak terduga?

Harapan saya tahun ini akan mendapatkan banyak capaian tanpa mempunyai beban atau tekanan karena 'target', dengan melakukan usaha sebaik mungkin.