Selasa, 05 Mei 2020

Dominan

Ada istilah dominan dan submisif. Dominan berarti sesuatu yang berkuasa dan bisa memberikan banyak pengaruh ke lingkungannya. Bisa juga dianggap sebagai salah satu ciri seseorang yang tidak mudah tunduk atau takluk dengan sebuah kondisi.

Kalau di generalisasi secara gender, dominan biasanya identik dengan cowok dan submisif berarti identik dengan cewek. Bener gini ngga?

Ini adalah kali pertama saya menuliskan sisi dominan saya tanpa saya sadari. Kalau saya pikir-pikir, saya adalah perempuan yang maskulin alias dominan. Gimana caranya tau seseorang itu maskulin? Atau coba kita bahas dulu seorang cowok yang punya sisi maskulin kuat atau sisi maskulin yang rapuh.

Cowok itu senang dianggap maskulin atau dominan. Rebel, ngga suka diatur dan suka ngebantah. Tapi, sebenernya kita bisa banget tau mana cowok yang sisi maskulinnya kuat dan mana cowok yang sisi maskulinnya ternyata rapuh.

Kalau dari aku cukup mudah. Coba kalau dekat dengan seorang cowok, sampaikan sesuatu yang itu benar dan logis.

Contoh
"Kamu jangan telat makan ya, nanti kamu sakit"

Benar dan Logis.

Bedanya, kalau cowok yang beneran dia maskulin, dia akan terlebih dahulu mepertimbangkan apa yang dikatakan oleh lawannya, entah itu cewek atau cowok. Dia akan memperhitungkan pendapat itu kalau memang benar dan logis. Kalaupun memang mau ngebantah, dia akan memiliki sebuah data yang dapat dipertanggung jawabkan.

Contoh
"Iya terima kasih, tapi aku sedang mengurangi karbohidrat karena belakangan ini berat badanku naik, aku pun juga sedang menjaga kesehatan"

Kalau cowok yang sisi maskulinnya rapuh, nomor satu yang dia akan lakukan adalah ngebantah dulu. Apalagi kalau yang ngomong cewek, apapun yang diomongkan oleh cewek pasti salah dan akan menilai kalau cewek itu ingin menguasai kehidupannya :)

Contoh
"Aku ga suka diatur-atur"

Udah paham? Next kalau cewek yang dominan gimana?

Saya adalah cewek maskulin atau cewek dominan. Saya suka bikin ulah, rebel, suka ngebantah dan ngga mau nurut kalau dia asal ngomong. Bukan berarti saya ngga taat aturan, saya orang yang cukup disiplin dan taat aturan. Hanya untuk aturan-aturan yang buat saya itu logis.

Saya menyadari saya dominan sejak saya SMA. Saat itu papa mama saya sudah mendaftarkan saya disalah satu Sekolah Swasta dan sudah dibayar lunas. Hari pertama masuk saya bolos, saya ngga pernah mau ikut ospek, selesai masa orientasi saya masuk sehari dan keluar dari sekolah itu. Rebel dan ngga mau diatur. Saya pergi dan pilih sekolah sendiri, daftar sendiri. Alasannya cukup kuat. Pertama, saya ngga suka lingkungan sekolah, saya yang belajar jadi saya yang harus nyaman. Kedua, teman2 lingkungan sekolah punya habit atau kebiasaan yang kurang baik, ngerokok, pakaian ngga rapi dan saya ngga suka dengan style yang acak-acakan.

Kemudian masuk Kuliah Papa sudah daftarkan saya di salah satu Kampus Negeri di Bali. Udayana dan saya sudah sah menjadi mahasiswa Udayana. Minggu depan seharusnya saya berangkat ke Bali. Saya cancel semuanya dan saya daftar di Universitas Swasta di Kota Malang. Sampai Papa marah dan ngga mau dateng ke acara Parents Day's. It's OK, saya dateng sendiri. Alasan yang saya miliki juga cukup kuat. Pertama saya orang Malang, kalau saya ke Kota orang saya akan jauh dari teman-teman saya dan saya akan memiliki lingkungan baru disana, saya perlu adaptasi lagi. Kedua, nanti ketika lulus saya balik ke Malang saya akan kehilangan 4 tahun (kalau masa kuliah tepat waktu) masa saya menjalin hubungan sosial. Artinya ketika balik ke Malang nanti saya akan mulai dari 0 lagi. Ngga punya kenalan temen yang sekampus dan bakalan kesulitan buat sosialisasi ditambah saya yang cukup introvert. Beda kalau saya kuliah di Malang, kebanyakan relasi saya juga orang Malang dan ketika saya kuliah di Malang otomatis relasi saya juga akan makin kuat. Bener ngga?

Alasan lain adalah bagaimanapun juga saya perempuan yang senang dekat dengan keluarga dan cukup rawan kalau saya harus di luar kota sendiri tanpa orang tua. Plus saya tipe orang yang susah percaya orang lain, bakalan susah saya bertemu dengan orang yang sungguh care dengan saya kecuali keluarga saya. Toh meskipun nantinya saya yakin bisa bertahan hidup di Kota orang tapi ada satu sisi yang ngga bisa digantikan adalah kedekatan dengan keluarga.

Sampai sini paham alasan kenapa saya ngebantah?

Satu lagi hal yang sampai sekarang masih saya inget, ke guru yang ngga masuk akal pun saya ngebantah. Ketika SMA saya SELALU bolos pelajaran agama hehe. Bukan berarti saya ngga beragama atau menentang hal-hal yang berbau agama. Tetapi cara penilaian yang menurut saya ngga masuk akal. Bayangin aja ya, saya ketemu sama guru agama seminggu sekali dan hanya 2 jam paling lama. Kemudian saya dikasih tugas menghafal ayat-ayat dan keimanan saya ke Tuhan dinilai dengan hanya sebatas angka diatas kertas. Yang bener aja orang yang ketemu saya seminggu sekali dalam waktu 2 jam bisa menilai keimanan saya?

Beda cerita kalau saya disarankan oleh seseorang yang itu bener dan logis. Bisa diterima dengan akal sehat, saya tentu saja akan dengan mudah bilang "iyaa terima kasih"

Contoh
"Kamu jangan mudah percaya sama orang karena ngga semua orang itu baik, kamu harus jaga diri"

Benar dan Logis.

Sebenernya, dominan atau ngga dominan itu bukan tentang masalah suka ngebantah dan sok berkuasan atau sok hebat. Tapi lebih ke apa alasan kamu tidak setuju dan bagaimana kamu bisa mempertanggung jawabkan tindakan yang kamu ambil.

Nah, saya kalau ngga dibatasi dengan pengenalan kebenaran Firman Tuhan, mungkin saya pun akan menjadi perempuan yang suka berontak dan bakalan jadi cewek yang sombong + tinggi hati. Kenapa? karena pada dasarnya saya adalag cewek dominan atau cewek maskulin.

Btw, maskulin atau feminim bukan hanya bicara tentang macho dan pakaian serba pink ya, tetapi juga tentang sikap dan pola pikir.

In the end, saya pun sadar kalau posisi saya bagaimanapun juga adalah perempuan yang ada masanya saya harus tunduk dengan otoritas :)

Jumat, 01 Mei 2020

Dua Sisi

Sebelum saya menulis sesuai dengan isi dari konten sesuai dengan judul, saya kembali mengubah kata ganti orang pertama yang dalam beberapa post adalah "aku", saya kembalikan menjadi "saya". setelah saya baca-baca kembali hasil tulisan saya yang menggunakan kata ganti orang pertama aku dan kata ganti orang pertama saya, rasanya lebih bagus kalau kata ganti orang pertama adalah saya.

"Kalau aku semakin dekat sama kamu, aku akan cemburu kalau kamu dekat dengan laki-laki lain, mungkin juga karena hatiku yang terlalu sensitif" ucap salah satu rekan laki-laki saya.

Saya hanya berteman dengan dia, tanpa ada komitmen dan bagi saya hubungan kami seperti hubungan pertemanan saya dengan rekan-rekan yang lain. Lalu, saya cukup kaget ketika dia mengatakan hal tersebut. Kalau saya pikir-pikir, sejak kapan dia menganggap saya lebih dari yang lain?

Saya kembali flashback dan mengingat apa yang sudah saya lakukan kepada rekan saya ini, karena pada dasarnya orang tidak mungkin terluka kalau hanya dari satu sisi. Coba saya ganti istilahnya bukan terluka tetapi merasa kehilangan. Seseorang yang merasa kehilangan tidak mungkin hanya berasal dari satu sisi. Pasti ada sisi lainnya yang membuat seseorang tersebut merasa kehilangan.

Sama halnya dengan saya ketika saya merasa kehilangan seseorang yang saya kasihi, kalau tidak ada respon, tidak ada komunikasi yang cukup intens dengan seseorang tersebut tentunya saya pun tidak akan merasa kehilangan ketika sudah tidak ada komunikasi kembali.

Dari kejadian saya dengan salah satu rekan saya ini, saya kembali instropeksi diri saya sendiri, kalau memang seharusnya ada jarak dari awal. tidak perlu setiap hari saya lakukan komunikasi supaya sisi yang lain tidak merasa kehilangan.

Saya pun mulai menjaga jarak dengan beberapa rekan laki-laki saya yang seringkali menghubungi saya entah itu karena pekerjaan atau rekan kuliah. Ya, saya seorang perempuan teknik yang kehidupan saya sehari-hari didominasi laki-laki. Sebagian besar teman saya adalah laki-laki.

Terkadang saya juga tidak mengerti jalan pikiran laki-laki. Meski hampir setiap hari saya bergaul dengan laki-laki. Ada yang dia care kemudian menghilang, ada yang perhatian kemudian cuek, ada yang cuek sebenarnya ingin diperhatikan dan lain-lain.

Apapun itu, sesuatu bisa terjadi karena dua sisi. Sisi pemberi dan sisi penerima.
Seseorang tidak mungkin merasa diperhatikan jika tidak ada sisi yang memberi perhatian.
Seseorang tidak mungkin merasa kehilangan jika tidak ada sisi yang sebelumnya pernah ada :)

Minggu, 26 April 2020

Salah Junior atau Salah Senior?

Hampir genap 2 bulan saya kembali ngoding dan tiap hari ngoding, bukan ngoding yang abal-abal tapi ngoding yang beneran production dan include dalam project. Bahkan dalam kondisi hati yang kurang baik, maklum bagaimanapun saya terjun di dunia IT pun, saya tetap cewek. Kadang moody kadang ya ngga. Tapi kalau sudah di depan laptop dan ngoding, saya pastikan kalau hati dan pikiran saya ya untuk codingan didepan saya. Jadi, codingan didepan saya lebih memiliki hati saya ketimbang yang lain.

Saya bukan tipe orang kalau ngoding itu harus mahami dari 0, ngga hehehe. Kasih saya contoh file dan jalannya seperti apa, kasih saya waktu, bisa jadi waktu yang saya butuhkan lama, saya akan tracing sendiri dan saya pasti bisa buat semacam itu di kasus yang lain. Ini kerap kali saya sebut sebagai "The Power of Pokok e Ngunu". Saya sering, bahkan hampir ngga tau kenapa codingan saya jalan ehe ehe ehe :p

"Kok bisa jalan gini Fik?"
Me : Ngga tau, ya pokok e ngunu jalan

Bahkan ketika dalam project, saya dikasih satu framework frontend (dimana saya ngga familiar dengan yang namanya frontend), dimasukan dalam team project (langsung nyemplung project) dan disitu saya langsung digandengkan sama senior-senior yang udah puluhan tahun ngoding, nah saya? baru balik ngoding 2 bulan yang lalu. sebelumnya, ngga pernah ngoding sama sekali.

Seringkali pro dan kontra, kata orang kalau mau ngoding itu pahami dulu struktur dasarnya lalu bisalah masuk dalam project. Nah saya berpikiran andaikan saya bikin mobil, saya ngga perlu tau gimana cara bikin ban nya, saya perlu tau gunanya ban buat apa dan masangnya gimana, pembuat ban nya udah ada sendiri.

Nah kemarin ada satu team dalam kerjaan yang sebenernya saya orang paling baru yang nyemplung dalam team itu, ngos-ngos'an tentu saja, skill ngoding saya ngga sejago mereka yang udah lama, ada salah satu senior yang sudah lebih lama dari saya, cukup kaget ketika saya masuk dalam team develop. karena saya kebiasaan kerja dengan the power of pokok e ngunu jalan, ketika dikasih satu project dan saya udah pahami goalnya apa, saya kerjakan dengan nyari jalan semudah mungkin pokoknya sesuai dengan kondisi yang diminta.

Dibulan kedua saya gabung dengan team develop, senior saya tiba-tiba ngontak saya kalau dia sudah bukan lagi bagian dari team develop, saya masih ada dalam team develop. Secara skill, senior saya pasti jauh lebih matang, dia sudah cukup lama kerja dibidang IT.


Saya mesti merespon apa? dari awal, sepertinya dia udah mulai ngga enak kalau saya nanya masalah ini itu atau kendala ini itu. sedangkan saya, saya masih ada dalam team development. Bisa dibilang memang development project kali ini adalah project paling besar yang sedang dikerjakan.

Secara hati pastilah saya ada rasa ngga enak, apalagi sampe saya di chat personal kalau dia sudah bukan lagi team development, saya bisa apa?
Pikiran positif saya, mungkin memang bagiannya udah selesai, jadi dia tidak lagi jadi team develop. Ngga lama setelah chat itu, dia bilang kalau dia merasa tersaingi. Astaga -_-

Saya?
bagi saya, saya dikasih tugas apa, akan saya kerjakan sampai titik darah penghabisan dan harus bisa. Kalau ngga bisa gimana? ya dikerjakan sampai bisa :)

Nasib orang sendiri-sendiri :)

Senin, 30 Maret 2020

When I back to Programming World

Iyaaa, nggak salah. Finally I am back to IT World. I code everyday.

Sebulan ini aku merasakan menjadi bagian dari orang-orang IT, cielah bagian hahaha. Hueeekkk padahal nyatanya susaaah banget wkwkwk. Keliahatan keren? dalemnya ngenes, tiap hari ketemu sama error yang kadang aku nggak ngerti juga error kenapa, random nambahkan code juga nggak tau kenapa jadi jalan hahaha.

Aku meninggalkan zona nyaman yang biasanya aku lakukan? zona nyaman? iyaa zona nyaman. Sebelumnya aku bekerja sebagai tenaga pengajar di kursusan robot yang bobot kerjanya nggak terlalu sulit. Bahkan tergolong sangat gampang untuk ukuran orang yang punya basic IT.

Tergeraklah hati hambaaaa, hmmm untuk kembali lagi ke dunia IT. ngoding lagi, everyday. Beberapa orang yang tahu akan bertanya
ngapain? kan udah enak toh ngajar, waktunya fleksibel dll dll dll...

sampai kapan? sampai aku umur berapa? ku pikir, sampai umur 30 tahun mentok aku bisa ngajar, apalagi di tempat kursusan robotik yang notabene banyak anak-anak dan pasti seiring berjalannya waktu, aku akan tergeser dengan yang lebih muda kalau aku nggak punya satu skill yang bisa diandalkan. nah skill yang bisa kuandalkan saat ini ya ngoding. diluar nulis sebagai hobi. aku pikir aku bisa bertahan hidup (hmmm bertahan hidup -_-) kalau skill ngoding ku bagus.

awalnya, aku sangat exited dengan dunia ngoding soalnya project pertama yang dikasih sesuai dengan bidangku sbg backend. yang dipikirkan hanya masalah API, query, kondisi data yang diterima dan yang akan dikirim. Nggak lama dari waktu aku kerja di bidang IT, dipindahlah aku ke frontend yang buanyaak sekali pakai JavaScript. JavaScript itu juga salah satu bahasa pemrograman. menurutku bahasa pemrograman yang cukup rumit dan ketika aku kuliah dulu, bahasa ini adalah bahasa yang aku hindari hehe. Eh malah sekarang setiap hari aku harus baca ini. Hueeekkkkk.....

Sebenernya aku masih diuntungkan, soalnya aku punya partner kerja yang sangat baik. baik banget, meski sering banget bully aku dan bikin aku kesel. dia pinter dan pasti mau nolongin kalau aku butuh sesuatu, cuma dalam proses nolongin itu yang ngeselin, dia tuh udah tau errornya apa, cuma nggak segera bilang aja, nunggu aku keliatan beneran bad mood, dia ketawa dulu baru dikasih tau di jam-jam mau pulang. Kadang kita sebagai programmer emang beneran nggak ngerti itu script errornya kenapa, variable yang mana dll.

Ditambah ketika WFH karena Covid 19, ketika aku ada error mau tanya siapa? sama temen pasti dibantuin tapi ya begitu, aku harus sabar karena dia cukup ngeselin.

Kenapa aku nulis tulisan ini?
Yaaaa, karena aku lagi stuck dibagian tertentu dan nggak ngerti mau ngapain hahahaha...

Rabu, 25 Maret 2020

Social Distance - Covid 19

Covid-19, berita dimana-mana dan himbauan "stay at home" atau "tetap dirumah". Dokter dan perawat kalang kabut, kehabisan stok ADP, kerja keras menangani pasien ODP dan PDP Covid-19. Masyarakat Indonesia juga dihimbau supaya tetap dirumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan membatasi aktifitas sosial secara fisik.

Bahkan, saya pun juga menjadi bagian orang yang akhirnya bekerja dirumah. Teman-teman yang ada di Malang dan ada di luar kota pun mungkin mengalami hal yang sama. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan melakukan banyak aktifitas dirumah.

Bagi sebagian orang yang cenderung ekstrovert ini sangat mengganggu. Bosan, nggak bisa ngapa-ngapain, bingung dirumah mau ngapain, cuma makan tidur makan tidur. Wajar, kebutuhan ekstrovert memang begitu. Mereka akan merasa lebih hidup kalau rame-rame, interaksi dengan banyak orang, bergaul dan menghadiri berbagai kegiatan yang "rame". Nggak jarang juga saya dapat WA dari teman berupa keluhan kalau dia itu bosan, di kos ngapain, nonton TV ya gitu-gitu aja dll dll dll.

Tapi, buat orang introvert (count me in), ini sangat membahagiakan hehe. Kita nggak perlu basa-basi sama orang yang nggak terlalu dekat dengan kita, nggak perlu menghabiskan tenaga ditengah kerumunan orang dll. Cukup stay at home, baca buku, nulis sesuatu, nonton anime/film, makan tidur dll. That's an awesome life for introvert. Nggak ada keluhan apapun ketika diminta stay at home.

Anyway, diluar pro dan kontra, suka nggak suka nya keadaan yang memaksa kita buat stay at home, ada beberapa hal yang bisa saya ambil. Terutama himbauan untuk Social Distance atau membatasi kegiatan sosial secara fisik. Bagi saya yang sudah biasa sendiri (kasian banget gue) hahaha, ini bukan masalah serius.

Atau memang ini adalah masa dimana semua orang sedang diajari untuk membiasakan dengan kesendirian. Mencukupkan diri sendiri, merasa cukup dengan diri sendiri. Segala sesuatu dirumah dan sendiri. Kerja dirumah, sendiri, papa mama juga nggak akan ngerti kalau ada error di pekerjaanku. Intinya adalah sendiri, entah pada akhirnya manusia itu akan sendiri atau menemukan soulmate yang pas untuknya. Honestly, bagi saya social distance bukan masalah baru. Pada akhirnya memang siapapun akan menghadapi keadaan "sendiri"

Bahkan ibadah pun sendiri hehe, memang ada ibadah online, tapi saya nggak melakukan ibadah online. Ini sangat relevan dengan keadaan saat ini. Ibadah dan hubungan dengan Tuhan tidak lagi dilihat dari bagaimana kita berpakaian ketika ke gereja, bagaimana gedung gereja yang kita datangi, seberapa banyak jemaat yang datang dll. Just you and Lord.

Saya cuma tersenyum ketika sebagian orang "mengeluh" karena dihimbau stay at home dan tidak ada ibadah secara fisik.
"yah, nggak bisa ke gereja"
"biasanya kalau ke gereja kan disana rame-rame" (hmm, ibadah rame-rame???)
dll
dll
dll...

I found something new why I always do everything alone and I'm so grateful.

ketika orang lain berempati "kamu sendirian saja ya?" dan itu lama-lama menjadi kebiasaan dan bukan sebuah masalah lagi, saat ini ketika orang bingung karena apa-apa harus sendiri, hal itu saat ini sudah tidak lagi menjadi masalah buat saya. Percayalah, ada sesuatu yang bisa disyukuri dalam setiap kejadian yang dialami.

Roma 8:28
Kita tahu sekarang, bahwa Allat turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Selasa, 21 Januari 2020

that's not my fault or my fault?

kadang kita memang tidak pernah tau, ketika seseorang tertawa didepan kita nyatanya dia sedang menyimpan sesuatu yang besar juga tentang kita. entah itu sebuah kesalahan kita yang tanpa kita sadari atau mungkin juga hal lainnya.

ada sebuah perasaan sedih dan cukup kecewa ketika seseorang yang telah kita percayai begitu lama, tertawa dan seakan tidak pernah terjadi apapun nyatanya menyimpan berjuta misteri. menyimpan semua kesalahanku tanpa dia mau memberitahukannya.

sampai suatu ketika dia menjauh, dia berubah, bukan dia yang aku kenal dulu. jika dia mengatakan apa yang menjadi kesalahanku sejak awal, mungkin masalahnya tidak akan serumit ini. hanya karena orang masa laluku yang kembali mengganggu kehidupanku, dia bisa bersikap seperti ini kepadaku?

jujur, aku sangat kecewa ketika dia tidak memberitahu apa yang menjadi salahku dari awal, dia tidak mengoreksi aku, dia membiarkan masalah menjadi besar kemudian dia mendiamkan aku seperti sekarang ini?

it's our end?

Rabu, 15 Januari 2020

Jealous

Tulisan pertama saya di blog ditahun 2020. Jealous.
Pembuka tulisan di blog setelah saya lama sekali tidak menulis disini, bahkan saya tidak sempat menulis kembali karena kesibukan pekerjaan dan kegiatan yang lain. Hanya saja, saya akan tetap menulis.

Pertengahan tahun lalu, sebuah hal terjadi dalam kehidupan saya. Saya bertemu seorang kawan lama yang saat ini bisa dibilang menjadi seseorang yang special buat saya. Seseorang yang kita pikirkan ketika membuka mata dan terakhir kali kita pikirkan sebelum menutup mata dimalam hari nyatanya memang menjadi seseorang yang rawan membuat kita menjadi down.

Kembali ke judul tulisan saya, dalam bahasa Indonesia artinya cemburu. Saya melihat dia menerima kopi dari seseorang yang lain dan dia sangat excited dengan pemberian tersebut. Dan sebenarnya, saat itu juga, diwaktu yang bersamaan saya membawakan dia bubur kacang hijau karena saya cukup khawatir dengan kesehatannya. Saya mengurungkan niat saya untuk masuk dan segara pulang.

Malam itu saya cukup merasa sedih, perasaan yang dirasakan umumnya wanita ketika melihat seseorang yang dikasihi dekat dengan perempuan lain. Saya menyimpan perasaan itu sendiri, bagaimana mungkin saya menyampaikan perasaan tersebut hanya karena emosi sesaat saya. Ditambah memang saya tidak berhak untuk cemburu.

Beberapa hari setelah dia menerima kopi dari perempuan lain, saya berniat mengirimkan kopi untuk dia. Awalnya dia menolak pemberian saya, mungkin karena memang pemberian dari saya bukanlah yang dia harapkan. Mungkin dia menunggu pemberian atau pertemuan dengan perempuan lain. Entah siapa.

Saya hanyut dalam pikiran dan perasaan cemburu. Bagaimanapun, saya perempuan dan saya tidak bisa bersikap santai melihat seseorang yang saya kasihi bersikap demikian.

Sorry, ini tulisan terburuk yang pernah saya posting disini hehehe.