Selasa, 12 Maret 2019

Membayangkan "Penderitaan" Naik Gunung

Saya orang yang sangat senang mendengarkan cerita beberapa teman saya yang naik gunung. Mereka menceritakan puasnya mereka sampai di puncak dan melihat pemandangan yang indah. Tidak sedikit juga dari mereka yang menceritakan kebersamaan bersama teman ketika naik gunung, masak di puncak gunung, berbagi dan lain sebagainya.

Apakah saya ingin naik gunung?
Ya, saya ingin naik gunung. Melihat keindahan alam dan merasakan kebersamaan dengan teman. Saya ingin foto dengan background pemandangan dan langit yang luas, pakai pakaian ala-ala gunung, pakai sepatu ala-ala gunung. Membayangkan saja rasanya perfect sekali.
Apakah saya pernah naik gunung?
Nggak hahaha.

Kalau saya membayangkan enaknya saja saya naik gunung, saya pasti sangat ingin naik gunung. Melihat orang yang posting foto naik gunung, sudah pasti saya ingin naik gunung.
Saya belum pernah naik gunung tetapi saya punya beberapa teman yang suka naik gunung. Menurut pandangan saya, banyak positifnya bergaul dengan orang yang suka naik gunung.
Pertama, mereka adalah orang yang nggak gampang ngeluh.
Kedua, orang yang suka naik gunung kebanyakan adalah orang-orang yang pandai menghargai orang lain.
Ketiga, yang menurut saya paling penting, mereka berpikiran terbuka dan suka berteman plus terbiasa bertemu dengan orang baru atau pengalaman baru.

Saya pribadi akan sangat siap menerima semua hal positif dari naik gunung. Tetapi saya coba berpikir, apakah saya siap menghadapi penderitaan naik gunung? Jawabannya tidak haha.
Tidak banyak teman yang menceritakan hal negatifnya naik gunung, bahkan jeleknya naik gunung tidak terupload di sosial media. Beberapa alasan saya yang menjadikan saya tidak siap jika saya harus naik gunung misalnya

1. Kulit saya bisa gosong wkwkwk. Saya bukan cewek yang rajin-rajin banget perawatan sehingga saya lebih cenderung untuk menjaga kulit saya. Saya tidak pakai cream pemutih tapi saya memutuskan untuk menjaga kebersihan kulit saya. Bukan berarti saya anti panas matahari, nggak juga.
2. Saya belum siap jika saya harus sakit perut mendadak dan mau bab dimana? Untuk membayangkan saja udah manyun-manyun sendiri hahaha
3. Kehabisan Supply baik tenaga, makanan, listrik mungkin dll. Apalagi, saya cewek yang nggak tahan laper. Saya bisa nahan ngantuk tapi saya nggak bisa nahan laper hehe.

Sekali lagi, saya sama sekali tidak beranggapan bahwa naik gunung ini negatif, tapi saya pribadi belum siap mental menghadapi hal negatifnya. Saya hanya siap dengan hal positifnya saja.

What's the value from the story?

Kalau kita melihat kesuksesan orang lain, seakan kita sangat mau menjadi orang itu. Kalau saya melihat keindahan pemandangan yang teman saya dapatkan ketika sampai puncak, saya juga mau sampai puncak. Masalahnya, saya hanya nggak mau mengalami penderitaan yang mereka alami sebelum sampai ke puncak. Masalahnya, kita belum tentu mau menjalani tingkat disiplin yang tinggi seperti orang-orang sukses pada umumnya.

That's why, saya selalu melihat dibalik puncak dan kesuksesan seseorang pasti ada "penderitaan" yang dilalui.

Jumat, 08 Maret 2019

Keane dan Rayner

Kali ini saya akan bercerita tentang kegiatan saya selama 4 bulan terakhir dan tidak selalu saya tuliskan. Masih di profesi yang sama yaitu seorang pengajar.

Ada murid saya bernama Keane dan Rayner. Keane adalah murid kelas 1 SD sedangkan Rayner masih TK B. Kebetulan mereka adalah anak-anak yang sudah ikut bimbingan belajar dari pembukaan learning center tempat saya bekerja. Saat itu, teacher yang mengajar hanya ada saya dan owner. Otomatis kelas akan lebih banyak saya yang handle.

Saat itu, saya merasa dapat mengajar anak jenis apapun. Dari yang diam sampai yang bawel. Di awal saya masih semangat, jadi apapun kondisi muridnya saya mencoba menikmati. Termasuk kelas Keane dan Rayner.

Awal mula saya mengajar dan anaknya masih anak-anak baru saya masih bisa mengendalikan anak-anak itu dengan baik, materi bisa saya sampaikan meski saya agak jengkel karena beberapa kali nggak dianggep hehe.

Sampai pertemuan kedua, ketiga masih aman karena masih tergolong baru tetapi sudah mulai kelihatan karakter aslinya anak-anak ini. Mereka adalah anak yang aktif dan suka main, jadi saya kadang merasa kelelahan kalau saya harus menuruti mereka main. Sampai satu moment saya nggak sanggup lagi mengikuti keinginan mereka main, saya mau mengajar anak sesuai dengan konsep kelas yang sudah saya siapkan. Beruntungnya, kedua anak ini bukan anak yang bisa diajak untuk menjalani kelas sesuai dengan konsep saya, sampai satu titik mungkin anaknya sebel saya dilempar duplo blocks dan kena kepala saya.

Namanya anak-anak, saya akan salah kalau sampai memasukkan kejadian ini sampai hati. Sampai akhir kelas akhirnya saya terbawa suasana BT. Saya coba komunikasikan kalau saya nggak sanggup untuk ambil kelas ini.

Nggak lama dari kejadian itu ada partner yang baru dan ternyata dia bisa sangat asik ketika dia berproses di kelas Keane dan Rayner. Saya dan owner masih heran "kok kelasnya bisa se-asik itu ya?"
Nggak terjadi masalah apapun dan materi yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik oleh anak.

The value from the story

Kadang saya merasa kalau saya bisa menghadapi semuanya sendiri, dengan kecakapan dan pengalaman saya mengajar yang sudah cukup lama. Ketika saya bertemu dengan anak bertipe seperti Keane dan Rayner dengan cara belajar mereka yang sangat aktif, honestly saya jadi kuwalahan. Bahkan saya mengatakan pada diri saya sendiri kalau saya memang nggak sanggup dengan tipe anak seperti ini.

Rekan kerja baru yang awalnya saya rasa dia nggak akan bisa, saya aja nggak bisa masak dia bisa? ternyata dia malah bisa membawa suasana kelas menjadi lebih hidup. That's amazing.

Begitulah hidup, nggak ada yang sempurna. Toh meskipun saya sudah merasa cakap mengajar dan merasa bisa mengajar, saya masih tidak sempurna. Masih banyak hal-hal yang saya perlu poles lagi. Atau memang sebenarnya akan ada titik-titik tertentu yang saya tidak bisa lakukan dan memang harus dilakukan oleh orang lain :)

Minggu, 03 Maret 2019

Mensyukuri Hal Bodoh

Kejadiannya memang sudah lama, lebih dari sebulan yang lalu. Saya mendapat undangan dari rekan saya yang akan menikah. Kebetulan, rekan saya ini sudah kenal saya sejak lama dan sekarang menjadi partner kerja yang fokus dibidang pendidikan robot.

Kemudian saya duduk disalah satu meja yang sesuai dengan kode undangan. Karena saya single #ehh jadi saya berangkat bersama dengan sahabat cowok saya. Kebetulan sahabat saya ini anak kos, jadinya lumayanlah bisa makan gratis.

Saya sepakat dengan teman kantor yang lain supaya duduk satu meja, karena saya yang berangkat paling belakangan, ya saya ngikuti aja dimana mereka duduk. Saya nggak masalah dengan tempat duduk atau apapun yang ada disana.

Karena acara belum juga di mulai, jadilah saya cek story Whatsapp dan salah satu kenalan saya membuat story kalau dia sedang ada ditempat yang sama. Sebenarnya, kami pernah satu komunitas, entah karena saya yang terlalu sombong atau memang jenis privasi dia yang level dewa, saya nggak pernah tau anaknya ini bentuknya seperti apa.

Dengan PD nya karena saya merasa kenal dengan teman saya ini, saya menjawab story WA nya dengan santai
"wah aku juga ditempat yang sama, kamu di sebelah mana"
Dan jawaban dia adalah
"Lah kan aq depan mu"

Dan benar, depan saya persis adalah seorang yang wujudnya laki-laki dan dia itu yang pernah chating dengan saya dari lama tapi saya yang baru sekarang tau bentuk aslinya.

Malu jelas lah, karena saya jelas jelas nanya keberadaan orang yang ada didepan saya. Tapi saya nggak salah, salah dia aja ngapain pasang DP whatsapp yang nggak jelas? kan saya jadi nggak tau #WanitaNggakPernahSalah

Kalau kata temen sebelah saya "kalau aku jadi kamu, pasti aku langsung cabut pulang"

Saya nggak akan mungkin meninggalkan acara sebelum semuanya selesai. Sepulang dari acara saya mendatangi dia dan mengajaknya ngobrol.

I don't know why, sejak obrolan pertama saya dengan dia di depan gedung pernikahan itu, tidak ada sedikitpun perasaan was was dan curiga. Saya merasa bahwa dia baik baik saja dan dia adalah orang baik. Seminggu kemudian dia datang ke kantor dengan membawa pengetahuan dia tentang kelistrikan dan lain-lain.

Kemudian dia datang lagi dengan membawa ilmunya yang lain. Saya yakin pada dasarnya dia adalah orang baik meskipun dia pernah berkata kalau dia bukan orang baik. Saya juga nggak tau kenapa dia nggak ada temen deket padahal berteman sama dia itu menyenangkan :)

What the value from the story?

Kita nggak pernah tau kapan dan dimana kita bisa bertemu dengan orang yang unik. Bahkan lewat hal terbodoh sekalipun. Saya masih bersyukur saat itu saya membalas story nya karena saya jadi bisa ngobrol dan tau bentuk aslinya, meskipun dibalik itu saya malu juga lah -_-
Mungkin 90% dia nggak akan nyapa saya duluan kalau bukan saya yang melakukan hal bodoh duluan hehe

Karena dia handalnya kelewatan dibidang elektronika, tapi dia selalu bilang "biasa aja", ini kok saya merasa jadi tertampar kalau dihadapkan manusia macem gini. Diem nggak banyak omong, tapi karya dia yang berbicara.

Sesuatu yang sangat saya syukuri ketika saya bisa bertemu dengan orang baik lainnya :)