Sebulan yang lalu saya mendapatkan tawaran mengajar seorang anak senin sampai jumat, satu jam setengah dengan upah yang cukup tinggi. Saya menyetujui tawaran tersebut, sehingga setiap malam saya datang kerumah orang tersebut dan mulai mengajar. Ada satu titik jenuh ketika setiap hari saya mengajar anak yang sama, pelajaran yang sama dan pola yang sama.
Disisi lain, keluarga anak ini adalah orang "terpandang". Bapak dan Ibu nya Haji, setiap saya kesana kedua anak gadisnya menggunakan jilbab komplit. Awalnya saya berpikir "yakin nih?", saya sampaikan di awal kalau saya berbeda keyakinan dengan beliau dan ternyata beliau baik-baik saja. Ya Okelah kalau dari pihak mereka setuju-setuju saja.
Didepan rumah anak yang saya ajar, ada mushola khusus. Ya memang itu adalah tempat ibadah khusus buat keluarga mereka "Gila nih keluarga mangku mushola" batin saya saat itu. Tapi ah sudahlah disini saya cuma mau ngajarin matematika dan IPA saja, tidak lebih.
Titik puncak kejenuhan saya melanda dan saya memutuskan untuk nggak masuk saja ngelesinya. Alasan saya saat itu adalah sakit. 3 hari terhitung Jumat, Senin, Selasa saya tidak datang kerumah beliau. Harapan saya besok Rabu saya akan kembali mengajar karena saat ini saya sedang jenuh. Saya memberikan kabar Jumat dan Senin dan mengatakan bahwa saya sedang sakit (sakit jenuh). Selasa memang saya tidak ngelesi dan tidak memberi saya, pikir saya beliau akan menganggap bahwa saya masih sakit.
Saat saya asik dengan laptop saya ada yang mengetuk pintu rumah dan terdengar sampai kamar saya. "Whaaaaat??? Aku diparani??? Mateeeeng koeeeen"
Dibukalah pintu oleh Mama dan Papa saya.
"Mbak Fika nya ada?"
"Oh ada"
Saya sudah menduga kalau itu adalah ibuknya, bapak dan anaknya. Tuh kan bener.
Puji Tuhan malam itu saya sakit gigi, sehingga mama saya langsung bilang "Mbak Fika sakit gigi ini"
"Ohhh aku terselamatkan karena sakit gigi" dan Ibu ini memberikan amplop (secara nominal buat saya itu banyak) dan BPJS supaya saya bisa berobat dan segera ngelesi lagi.
Kalau dipikir-pikir, saya bukan guru les satu-satunya di Malang, bahkan masih banyak guru les yang lebih baik dari saya dan tidak moody seperti saya. Dan percayalah, secara financial orang ini nggak bisa diragukan meskipun mereka berbeda keyakinan dengan saya. Care nya ngalah-ngalahin orang yang satu keyakinan dengan saya.
Padahal dulu saya sempat berpikir serem juga ngelesi di keluarga yang "sangat" menjunjung tinggi keyakinannya.
Ya begitulah, kadang manusia suka menyimpulkan dahulu. Seperti saya yang sudah mempunyai presepsi serem ketika tahu bahwa ini keluarga yang berbeda keyakinan, saklek, Keluarga Haji dll. Semakin belajar bahwa presepsi kita tidak selamanya benar.
0 komentar:
Posting Komentar